Sebagai wujud dari komitmen serta jati diri UGM sebagai universitas Pancasila, UGM kembali menyelenggarakan Kongres Pancasila untuk kesembilan kalinya pada Sabtu-Minggu, 22-23 Juli 2017. Sebelum masuk ke puncak acara dalam Kongres Pancasila, rangkaian kegiatan yang diselenggarakan untuk mengingat kembali hari lahirnya Pancasila ini diawali dengan Kursus Pancasila yang diikuti sekitar 300 peserta dari berbagai perguruan tinggi, institusi, serta kelompok masyarakat, Jumat (21/7) di Balai Senat UGM.
Guru Besar UGM, Prof. Dr. dr. Sutaryo, Sp.A(K)., selaku panitia pengarah menyebutkan bahwa kursus Pancasila menjadi suatu kegiatan yang penting di tengah kondisi masyarakat saat ini, ketika banyak orang, bahkan petinggi negara sekalipun, mungkin belum benar-benar memahami isi dan makna dari Pancasila.
“Untuk punya ilmu pasti ada kursusnya. Dengan ilmu kita akan bersemangat, lalu kita akan punya kemauan sebagai bangsa Indonesia yang berpancasila,” jelas Prof. Taryo.
Selain itu, menurutnya, intisari nilai Pancasila yang disampaikan oleh Ir. Soekarno pada tahun 1945 masih sangat relevan dengan konteks kebangsaan Indonesia pada masa ini. Ia mengutip perkataan Soekarno yang menyebutkan bahwa kejadian yang terjadi pada sekitar masa kemerdekaan membuktikan sejelas-jelasnya bahwa jika tidak di atas dasar Pancasila, bangsa Indonesia pasti terpecah belah.
“Hanya Pancasila-lah yang dapat tetap mengutuhkan negara kita, tetap dapat menyelamatkan negara kita,” ujarnya mengikuti perkataan Bung Karno.
Sutaryo menjelaskan, perkataan tersebut sangat tepat untuk diucapkan kembali di tengah situasi politik di Indonesia saat ini yang sarat dengan aksi-aksi yang memecah belah kesatuan bangsa.
“Hari ini situasi politik di Indonesia, kita sudah terbelah. Maka, kita harus mengulang lagi, apa itu Pancasila, dan mengapa Pancasila menjadi alat pemersatu,” ucapnya.
Meski demikian, ia mengaku cukup merasa optimis melihat narasi tentang Pancasila mulai banyak disuarakan dalam beberapa waktu terakhir, termasuk di kalangan para generasi muda. Hal ini, menurutnya, merupakan pemandangan yang tidak bisa ditemukan sebelumnya, kondisi yang menumbuhkan harapan bahwa Pancasila masih tetap hidup.
“Pancasila mulai muncul lagi. Tiap hari kita bisa dengar orang-orang menyebutkan kata Pancasila, ini situasi yang mungkin tidak kita lihat beberapa tahun yang lalu,” kata Prof. Taryo.
Dalam Kursus Pancasila, jelasnya, akan dijabarkan apa yang dimaksud dengan Pancasila sebagai dasar negara, serta apa makna dari masing-masing sila dalam Pancasila. Usai pemaparan oleh Prof. Taryo terkait Pancasila sebagai alat pemersatu, sesi pleno dilanjutkan oleh Prof. Dr. Mochammad Maksum Machfoedz yang berbicara mengenai asal muasal sila ‘Ketuhanan yang Maha Esa’.
Selanjutnya, berturut-turut Prof. Dr. Wuryadi memberikan paparan terkait Sila ‘Perikemanusiaan’, Prof. Dr. Tadjuddin Noer Effendi, MA terkait sila ‘Kebangsaan’, Dr. Fahmy Radi, MBA tentang sila ‘Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan’, dan diakhiri oleh paparan mengenai sila ‘Keadilan Sosial’ oleh Prof. Taryo. (Humas UGM/Gloria; Foto: Firsto)