Permasalahan alih fungsi kawasan mulai bermunculan dalam penataan ruang di Kabupaten Merauke. Beberapa ruang sebagai kawasan-kawasan perlindungan keanekaragaman hayati, perlindungan ekosistem, dan perlindungan nilai-nilai budaya semakin terancam karena alihfungsi untuk zona pengembangan ekonomi.
Lebih memprihatinkan lagi, kemampuan lahan dan daya dukung lingkungan sudah tidak lagi diperhatikan dalam alokasi pemanfaatan ruang. Data Badan Penanaman Modal Daerah (BPMD) Kabupaten Merauke tahun 2013 mencatat kebutuhan rencana investasi mencapai 1,2 juta Ha yang diajukan oleh 25 perusahaan.
“Sementara itu, pembangunan cenderung didominasi cara berpikir, keinginan dan kepentingan para elit. Mungkin niatannya baik, namun cara pendekatan dan model serta penerapannya tidak tepat. Karena itu, pendekatan dan metode partisipatif muncul sebagai alternatif,” ujar Wika Avelino Rumbiak, S.T., M.Sc saat menjalani ujian terbuka untuk mendapatkan gelar doktor dalam bidang ilmu lingkungan, di Sekolah Pascasarjana UGM, Kamis (27/7).
Mempertahankan disertasi Pengelolaan Lingkungan Dalam Perspektif Gender Berbasis Peta Mental, Kasus Masyarakat Adat Malind Anim di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua, Wika Rumbiak menuturkan makna peta mental dalam pengelolaan lingkungan yang behavioristis sangat penting. Karena, pada dasarnya tidak bersifat normatif, dan sasaran adalah perilaku individu yang mau menerima informasi serta menggunakannya untuk mengambil suatu keputusan.
Sementara itu, masyarakat adat malind Anim secara budaya diatur oleh sistem patriarki murni, kelompok laki-laki menempati kedudukan tertinggi dalam status budaya. Sedangkan, pengakuan terhadap peran perempuan diatur dalam budaya, namun porsi tanggungjawab secara adat tidak setara dengan kelompok laki-laki.
Dengan demikian, dalam melakukan kegiatan sehari-hari, yaitu berkegiatan sosial, ekonomi dan budaya selalu dilibatkan namun tidak diberi hak dalam pengambilan keputusan. Peran perempuan lebih banyak berperan dalam pengelolaan ruang domestik dan laki-laki bertanggungjawab pada ruang publik.
“Dalam perspektif gender tersebut maka lingkungan sebagai elemen utama selalu berhubungan dengan kehidupan perempuan. Sayangnya, pihak perempuan yang secara langsung menerima dampak langsung dari turunnya kualitas lingkungan,” katanya.
Wika menandaskan, di Kabupaten Merauke sesungguhnya telah ada upaya dalam penggalian peta mental masyarakat adat Malind Anim, dengan melakukan pemetaan partisipatif tujuannya agar masyarakat adat dapat memberi masukan/ ide tentang konsep kepemilikan ruang dan konsep pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Meski begitu, masih saja ada konflik agraria dan multikultur yang terjadi antara masyarakat adat dan pihak luar (swasta dan pemerintah).
“Karena itu, perlu dicapai kesepakatan bersama antara para pihak untuk mendukung pembangunan berkelanjutan,” tandasnya didampingi promotor Prof. Dr. M. Baiquni, M.A dan ko-promotor Dr. Nurul Khakim, M.Si. (Humas UGM/ Agung)