Taman Nasional Kelimutu (TNK) merupakan salah satu bentuk ekowisata yang dikembangkan melalui tatakelola Community Based Tourism (CBT). Sayangnya, pengelolaan yang belum dilakukan secara optimal menjadikan perkembangan kawasan ini stagnan.
“Ekowisatanya tidak ada perubahan, perbaikan, ataupun peningkatan,” jelas Josef Alfonsius Gadi Djou, S.E., M.Si., Senin(31/7) saat ujian terbuka Program Doktor Prodi Kajian Pariwisata Sekolah Pascasarjana UGM.
Dosen prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Flores ini menyebutkan bentuk ekowisata CBT yang terwujud di TNK belum mencerminkan bentuk ekowisata yang sejalan dengan prinsip-prinsip ekowisata. Akibatnya, bentuk ekowisata yang terwujud hanya stagnan dan belum berkembang secara optimal.
“Seluruh sajian atraksi baik alam, budaya, atau buatan serta kondisi aksesibilitas dan amenitas yang tersedia tidak berkembang membaik, tetapi hanya biasa-biasa saja seperti sediakala,” urainya.
Munculnya bentuk ekowisata tersebut merupakan akibat dari bentuk tatakelola yang masih memakai mekanisme partisipasi simbolik dan melalaikan prinsip-prinsip ekowisata, CBT, dan pembangunan pariwisata berkelanjutan. Hal tersebut menjadikan berbagai sajian atraksi tidak mengalami perkembangan dengan baik.
Menurutnya, kondisi tersebut membawa dampak lanjut terhadap bentuk respon yang diberikan oleh wisatawan. Mayoritas wisatawan merasa belum puas dengan sajian objek atraksi yang disuguhkan karena objek atraksi terlihat kurang teraeat, usang, dan terbengkelai. Tidak hanya itu, wisatawan juga menyatakan kekecewaan terhadap kondisi beberapa fasilitas tambahan yang tidak terawat, kurang bersih, serta banyak ditumbuhi tanaman liar dan sampah. Kenyataan ini semakin memperkuat pandangan bahwa prinsip-prinsip ekowisata, CBT, dan pembangunan pariwisata berkelanjutan belum menjadi kerangka acuan dalam pengelolaan sumber daya ekowisata.
Melihat kondisi tersebut, Gadi Djou menyarankan perlunya memperkuat pelibatan masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengelolaan ekowisata. Selain itu, pengelola TNK diharapkan segera mengimplementasikan perencanaan partisipatif dengan benar, melibatkan masyarakat dalam perawatan dan pemeliharaan objek atraksi. (Humas UGM/Ika)