Beberapa tahun terakhir telah banyak dikembangkan beragam metode penilaian risiko ergonomika untuk menilai paparan terhadap risiko Work Musculoskeletal Disorders (WMSDs). Risiko WMSDs sering muncul pada tubuh manusia bagian atas, seperti punggung, leher, bahu, lengan dan pergelangan tangan. Sedangkan pada tubuh bagian bawah pada postur kaki berjongkok dengan menekuk lutut, berdiri dengan satu kaki, dan berlutut dengan kedua kaki menyentuh kaki.
“Kelainan Musculoskeletal Disorders ini, berhubungan dengan pekerjaan dan masalah kesehatan masyarakat. Gangguan inipun mulai menyebar luas pada pekerja di negara-negara berkembang”, ujar Indah Pratiwi, di Departemen Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik UGM, Senin (31/7) saat menjalani ujian terbuka program doktor.
Menurut Indah Pratiwi, dosen Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), beberapa metode yang dipakai selama ini memiliki kelemahan. Kelemahan tersebut diantaranya membuat penilaian postur dilakukan dengan beberapa langkah dan menjumlah setiap segmen. Cara ini tentu menjadikan penilaian tidak dapat dilakukan secara cepat pada postur tangan maupun kaki.
Indah Pratiwi mengatakan risiko WMSDs sering muncul pada proses pembentukan, dimana pekerja melakukan pekerjaan dengan posisi duduk dengan ketinggian benda kerja sama atau kurang dari 70 centimeter. Sehingga pekerja sering mengalami pegal dan sakit di beberapa bagian tubuh yang dapat menimbulkan cidera otot.
Karena itu penilaian metode postur kerja yang diperlukan adalah penilaian yang fokus dan detail pada bagian tangan dan bagian kaki, tetapi dengan menggabungkan beberapa segmen yang dapat mendeteksi seberapa besar keluhan di beberapa segmen tubuh, yaitu penilaian risiko otot secara cepat hanya dengan melihat variasi postur tubuh.
“Menilai risiko postur kerja menggunakan surface electromyography (sEMG) bisa dipilih sebagai alternatif untuk mengukur dan melihat aktivitas yang berpengaruh pada postur kerja,” katanya.
Dalam desertasi Pengembangan Penilaian Risiko Musculoskeletal Disorders pada Postur Tangan dan Kaki Dengan Pengukuran Elctromyography, studi kasus Pekerja Pembuat Gerabah Kasongan, Bantul DIY, Indah Pratiwi berkesimpulan hasil penilaian risiko otot menggunakan sEMG sedikit berbeda dengan hasil pengukuran pada penilaian risiko postur kerja menggunakan metode RULA, REBA, LUBA, OWAS. Karena bagaimanapun pengukuran dan rentang nilainya juga berbeda.
Disimpulkan hasil pengukuran sEMG pada postur tangan dan postur kaki antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan disetiap ototnya dan nilai risiko otot laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Hasil pengukuran lebih akurat karena dilakukan pengukuran secara langsung pada aktivitas otot yang bekerja.
“Meskipun penyediaan data membutuhkan waktu, tetapi hasil skoring sudah dapat digunakan secara cepat,” jelas Indah Pratiwi.
Karena itu, kata Indah Pratiwi, penilaian risiko otot masih memerlukan pengembangan dengan menyesuaikan kondisi postur pekerja. Disamping itu, pekerja diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan menggunakan alat bantu yang sesuai dengan jenis gerakannya, sehingga dapat mengurangi risiko otot.
“Manfaat bagi pelaku industri, penelitian ini diharapkan memberi masukan untuk pekerja di sektor industri pengolahan terkait pengolahan mengenai postur tangan dan kaki. Postur kerja ini harus diperhatikan agar dapat mengurangi terjadinya penyimpangan postur yang bisa berakibat risiko otot dan keluhan MSDs,” tandasnya. (Humas UGM/ Agung)