Kawasan pemukiman di Desa Perdikan Jatinom, Kabupaten Klaten, menyimpan segudang fenomena yang menarik, dengan keberadaan komponen-komponen fisik permukiman dengan posisi dan hubungan yang spesifik beserta peristiwa-peristiwa sejarah dan tradisi yang menyertainya. Hal ini mendorong Rini Hidayati, mahasiswa program doktor Fakultas Teknik UGM untuk mengkaji fenomena tersebut.
“Sejarah perkembangan Desa Jatinom sendiri diwarnai oleh peristiwa-peristiwa penting dan tradisi-tradisi unik. Dengan pendekatan fenomenologi, saya berusaha mengungkap teori lokal dalam tata ruang permukiman pedesaan,” ujarnya saat mengikuti ujian terbuka program doktor di Fakultas Teknik, Senin (31/7).
Dalam ujian terbuka ini, Rini mempertahankan disertasinya yang berjudul “Keselarasan Kawitan dan Kelampahan dalam Tata Ruang Permukiman di Desa Perdikan Jatinom, Klaten”. Ia menjelaskan, fenomena menarik dalam ruang permukiman di Desa Jatinom berupa keberadaan komponen permukiman oro-oro atau alun-alun, masjid lama peninggalan Ki Ageng Gribig, pasar, serta hunian berbasis kekerabatan.
Dari fenomena tersebut, ia mengidentifikasi adanya keselarasan hubungan antara kawitan dan kalampahan, serta nguri-uri sebagai proses penyelarasan. Ia menjelaskan kawitan sebagai ruang atau komponen permukiman yang muncul dan digunakan awal, baik oleh cikal bakal desa maupun masyarakat, sementara kalampahan merupakan pasangan dari kawitan, yang dominan mengakomodasi aktivitas kekinian dalam ruang desa seperti aktivitas tradisi budaya, ibadah, hiburan, dan ekonomi.
“Hubungan ruang kawitan dan kalampahan lebih hubungan fungsi atau peran yang saling mengisi, melengkapi dan menyeimbangkan untuk memenuhi tuntutan peran dalam ruang permukiman,” jelas Rini.
Keberlangsungan ruang kawitan dan kalampahan ini, menurut Rini, dipertahankan dengan adanya konsep nguri-uri, yaitu proses bagaimana kawitan dan kalampahan dapat eksis dan berperan bersama-sama secara selaras, atau mempertahankan keberadaan ruang, baik dalam bentuk aturan, lembaga formal, maupun pelestarian kondisi fisik.
“Dalam nguri-uri terkandung nilai pelestarian dan keberlanjutan ruang kawitan dan kalampahan. Nguri-uri dengan demikian merupakan proses penyelarasan kawitan dan kalampahan dalam tata ruang permukiman Desa Jatinom,” imbuhnya.
Rini menambahkan, hasil penelitian ini memberikan kontribusi pemahaman terhadap konsep lokal tentang tata ruang permukiman pedesaan. Selain itu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam perencanaan penataan ruang permukiman di Desa Jatinom dan secara umum dapat digunakan sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan pembangunan permukiman di kawasan pedesaan berdasarkan kearifan lokal. (Humas UGM/Gloria)