Kondisi kritis lahan telah menyebabkan kerusakkan fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia. Pemerintah telah berupaya untuk melakukan rehabilitasi DAS dengan berbagai program reboisasi di kawasan hutan negara dan rehabilitasi pada lahan-lahan kritis di luar kawasan hutan negara.
Di beberapa tempat, upaya ini cukup berhasil dengan bertambahnya lahan hutan baik di hutan negara negara maupun di lahan milik masyarakat, termasuk Kabupaten Kulon Progo. Meski begitu kejadian longsor tetap berlangsung dan mengancam kehidupan masyarakat.
“Kabupaten Kulon Progo hanya memiliki kawasan hutan negara seluas 1.218,5 hektar atau 2.078 persen dari wilayah kabupaten seluas 58.627,512 hektar (586,27 km²0, namun luas hutan rakyat terus meningkat hingga mencapai + 20.608,41 hektar atau 35,15 persen dari total wilayah”, ujar Siti Djuariah, di Fakultas Kehutanan UGM, Senin (28/8) saat menempuh ujian terbuka program doktor.
Ujian terbuka dengan desertasi Integrasi Model Spasial dan Semantik Peran Agen Dalam Penggunaan Lahan Hutan Rawan Longsor di Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta, Siti Djuariah mengatakan Kabupaten Kulon Progo merupakan wilayah yang rawan bencana longsor. Sebagian besar topografi berbukit dan bergelombang serta struktur geologi wilayah yang sulit menyerap air hujan, namun sebagian lain memiliki keragaman vegetasi yang baik.
Beberapa wilayah yang rawan longsor di Kulon Progo adalah kecamatan-kecamatan yang terletak di wilayah perbukitan/pegunungan Menoreh dan meliputi seluruh desa yang ada di kecamatan tersebut. Wilayah kecamatan Samigaluh, Kalibawang, Girimulyo dan Kokap didominasi kerawanan sedang-tinggi, sedangkan Nanggulan dan Pengasih didominasi kerawanan rendah-sedang.
“Desa-desa dengan kerawanan sedang-tinggi di tiap kecamatan ini tentunya memerlukan perhatian khusus, terutama pada area-area pemukiman dan fasiltas umum”, katanya.
Hasil penelitian Siti Djuariah memberikan saran rekomendasi agar dalam rumusan standar penataan ruang wilayah rawan bencana perlu mempertimbangkan kondisi biofisik lahan, pola tanam dan vegetasi berkayu atau tanaman kehutanan yang sesuai kondisi tapak dan peran masyarakat. Hasil evaluasi lahan dalam penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam review tata ruang wilayah Kabupaten Kulon tahun 2017 dan disosialisasikan secara intensif kepada masyarakat oleh instansi yang berwenang.
“Institusi yang dimaksud seperti Bappeda, Institusi Kehutanan di berbagai tingkat, BPPD, KP4K, serta institusi tingkat kecamatan, terutama penyuluh di sektor berbasis lahan baik pertanian perikanan maupun kehutanan. Fokus utama sosialisasi adalah kondisi lahan rawan longsor sebagai masukan bagi masyarakat dalam beradaptasi dengan lingkungan hidupnya”, papar Siti Djuariah, Penelaah Pengelolaan Basis Data Spasial, Dit. IPSDH, Ditjen Planologi Kehutanan 2009-2010. (Humas UGM/ Agung)