Menarik desertasi Begawi Cakak Pepaduan dalam Perspektif Ontologi Anton Bakker: Relevansinya dengan Karakter Bangsa Indonesia yang disampaikan Shely Cathrin, S.Fil., M.Phil saat menjalani ujian terbuka program doktor di Fakultas Filsafat UGM, Selasa (29/8). Sebab Begawi sendiri merupakan prosesi adat Lampung yang dilaksanakan untuk mendapatkan perubahan status sosial sebagai pemimpin adat.
“Persoalannya, tidak semua masyarakat Lampung mengerti dan memahami makna dari tradisi tersebut sehingga dikhawatirkan akan terjadi pemahaman yang keliru dan reduksi terhadap makna tradisi tersebut”, ujar Shely, dosen Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana, Jakarta.
Menurut Shely, ontologi dalam Bagawi Cakak Pepadun memungkinkan adanya perubahan yang mengarah kepada pengembangan karakter Bangsa Indonesia yang memiliki kebutuhan untuk memaksimalkan jati diri. Sedangkan ontologi Bakker dipilih karena memiliki penjelasan yang runtut tentang persoalan-persoalan ontologi, sehingga diharapkan dapat menjadi sudut pandang yang tepat untuk menganalisis Begawi Cakak Pepadun.
“Tujuan desertasi ini menguraikan tentang upacara adat Begawi Cakak Pepadun, merumuskan makna filosofi Begawi Cakak Pepadun dalam budaya Lampung, merumuskan analisis dimensi ontologis Begawi Cakak Pepadun dalam perspektif ontologi Anton Bakker dan merekfleksikannya dengan karakter Bangsa Indonesia”, paparnya.
Terkait relevansi bagi pengembangan karakter bangsa Indonesia, kata Shely, dimensi otonomi dan relasi dalam Begawi memuat keselarasan aspek individu dan sosialitas manusia. Dimana prinsip pertama ontologi dalam Begawi Cakak Pepadun Lampung adalah ko-eksistensi. Tradisi tersebut dilakukan karena eksitensi, untuk eksistensi, dan demi eksistensi orang Lampung dalam masyarakat adatnya.
“Ko-eksistensi, itulah yang mendasari jati diri orang Lampung. Karena itu, masyarakat diharapkan dapat menemukan nilai dan cita-cita yang berlaku sama dan merata dalam Begawi Cakak Pepadun”, ujar Shely.
Shely menandaskan perkembangan karakter Bangsa Indonesia merupakan tanggung jawab individu perorangan, masyarakat dan pemerintah. Agar merasa nyaman dan aman dalam dunia, maka masyarakat diharapkan dapat memahami dunia tersebut secara menyeluruh.
“Masyarakat jangan diam menerima yang diberikan padanya, namun perlu berperan aktif di lingkungannya terutama masyarakat bangsa Indonesia”, jelasnya. (Humas UGM/ Agung)