Program Studi Magister Akuntansi (MAKSI) UGM merilis Indeks Kondisi Keuangan dan Indeks Transparansi Keuangan dalam Seminar Nasional bertajuk “Pengelolaan Keungan Daerah: Dari WTP Menuju Pengelolaan Keuangan yang Sehat dan Transparan” Kamis (7/9) lalu di Grha Sabha Pramana UGM. Bertepatan dengan peluncuran indeks ini, MAKSI juga memberikan penghargaan kepada 75 pemerintah daerah yang mendapat penilaian terbaik dalam indeks tersebut.
“Dalam acara kemarin ada 55 dari 75 kepala daerah atau yang mewakili hadir untuk menerima penghargaan. Penghargaan ini diberikan untuk daerah yang memiliki nilai terbaik dalam indeks transparansi keuangan dan indeks kondisi keuangan yang kami susun berdasarkan regional dan kategori yang berbeda,” ujar Sekretaris Prodi MAKSI Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Irwan Taufiq Ritonga, Ph.D, CA, Senin (11/9).
Pemeringkatan kondisi keuangan ini didasarkan pada nilai indeks kondisi keuangan yang bersumber pada data laporan keuangan pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota pada tahun anggaran 2015 yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan data sosio ekonomi yang diperoleh dari data publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 serta indeks transparansi keuangan yang didasarkan pada data yang dipublikasikan pada laman resmi pemerintah daerah pada tahun 2016 dengan mempertimbangkan keruntutan frekuensi pengungkapan pada 3 tahun sebelumnya.
Irwan menjelaskan, seminar nasional diadakan berdasarkan dari hasil penelitian dosen dan mahasiswa MAKSI UGM tentang kondisi keuangan dan transparansi pengelolaan keuangan daerah yang dinilai masih belum optimal. Karena itu, kegiatan ini diadakan untuk mengubah pola pikir para pemangku kepentingan bahwa opini WTP atas laporan keuangan pemerintah daerah dari BPK tidaklah cukup untuk menggambarkan pengelolaan keuangan yang baik.
“Opini BPK baru sekadar menginformasikan bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai standar akuntansi, tapi belum mempertimbangkan kesehatan pengelolaan keuangan pemerintah daerah maupun transparansi pengelolaan keuangan daerah. Jadi, WTP bukan tujuan akhirnya,” jelasnya.
Irwan menekankan perlu upaya yang lebih optimal untuk dapat menciptakan kondisi keuangan yang sehat dan tidak hanya berorientasi mendapatkan opini WTP, namun juga memperhatikan substansi pengelolaan keuangan yang sehat dan transparan. Karena itu, dua indeks yang dirilis dalam kesempatan ini turut menyertakan rasio yang belum disertakan dalam indeks pengelolaan keuangan yang sudah ada sebelumnya.
“Kita punya rasio khusus yang tidak ada di indeks lain, yaitu solvabilitas layanan. Di situ kita melihat total aset tetap yang menunjukkan total sarana yang dimiliki pemerintah untuk masyarakat dibagi dengan jumlah penduduk,” papar Irwan.
Selain solvabilitas layanan, metode penghitungan kondisi keuangan pemerintah daerah menggunakan 6 dimensi lain meliputi solvabilitas jangka pendek, solvabilitas jangka panjang, solvabilitas anggaran, kemandirian keuangan, fleksibilitas keuangan, serta solvabilitas operasional. Sementara untuk penilaian transparansi pengelolaan keuangan daerah, terdapat 27 indikator yang meliputi aspek perencanaan, pelaksanaan, serta pelaporan dan pertanggungjawaban APBD.
Selain menggunakan indikator-indikator yang unik, pemberian penghargaan bagi daerah dan pengelolaan keuangan terbaik juga dilakukan dengan mempertimbangkan perbedaan tingkat pembangunan di berbagai daerah di Indonesia. Untuk itu, pemeringkatan dilakukan dengan pembagian ke dalam 7 regional, yaitu regional Sumatera, regional Jawa, regional Kalimantan, regional Sulawesi, regional Bali, NTT, dan NTB, Regional Maluku dan Maluku Utara, serta Regional Papua dan Papua Barat.
Berdasarkan metodologi tersebut, untuk kategori pemerintah provinsi, penghargaan Indeks Kondisi Keuangan Terbaik diberikan kepada 1 provinsi terbaik pada masing-masing regional sedangkan untuk kategori pemerintah kabupaten dan kategori pemerintah kotamadya, penghargaan diberikan kepada satu hingga lima kabupaten/kota terbaik di setiap regional sesuai dengan besaran jumlah daerah tingkat II di masing-masing regional. Sementara itu, penghargaan Indeks Transparansi Keuangan diberikan kepada 3 pemerintah provinsi terbaik secara nasional serta 3 atau 5 kabupaten/kota terbaik pada masing-masing regional.
Penganugerahan penghargaan ini, menurut Irwan, rencananya akan digelar secara rutin setiap tahun dengan tujuan untuk memberikan dorongan kepada masing-masing kepala daerah dan pengelola keuangan daerah untuk terus memperbaiki kualitas pelayanan yang dibutuhkan masyarakat.
“Dengan adanya indeks ini Pemda tidak lagi hanya melihat diri sendiri tapi bisa benchmarking dengan daerah lain. Kalau masing-masing daerah saling berkompetisi untuk menjadi yang terbaik, layanan yang diberikan semakin bagus, akhirnya masyarakat juga yang diuntungkan,” imbuhnya.
Pemberian penghargaan ini mendapat apresiasi baik oleh pimpinan universitas maupun kepala daerah. Dekan FEB UGM, Dr. Eko Suwardi, M.Sc., menyatakan bahwa metodologi penghitungan indeks kondisi keuangan dilakukan oleh tim penilai yang kompeten serta sudah teruji secara valid, konsisten, dan praktis, sehingga dapat menjadi acuan untuk melihat performa masing-masing daerah.
“Penghargaan ini didasarkan pada metodologi ilmiah yang jelas, dan tim kami bersedia menjelaskan metodologi yang digunakan untuk menilai. Kepala daerah yang menerima penghargaan ini pun tidak pernah dipungut biaya kontribusi untuk hadir memenuhi undangan kami. Dengan hadir menerima penghargaan, mereka sudah berpartisipasi memberikan inspirasi bagi kepala daerah yang lain,” tutur Eko. (Humas UGM/Gloria)