Prevalensi infeksi aliran darah yang disebabkan oleh E.coli/K. pneumoniae mengalami peningkatan di seluruh dunia. Beberapa penelitian melaporkan infeksi ini berkontribusi terhadap kematian, namun sayangnya metode penelitian yang digunakan kurang akurat.
Osman Sianipar, staf pengajar Patologi Klinik dan Laboratorium Kedokteran, Fakultas Kedokteran UGM, mengungkapkan secara keseluruhan risiko kematian akibat infeksi aliran darah oleh E.coli/ K.pneumoniae penghasil enzim ESBL tidak berbeda secara makna dibanding infeksi aliran darah oleh E. coli/K.pneumoniae yang tidak menghasilkan enzim ESBL. Risiko kematian tersebut tampak berbeda pada subjek yang mendapat peresepan antimikrobia yang tidak tepat, pada subjek dengan lekositosis, dan pada subjek dewasa.
“Sepertiga jumlah pasien yang terinfeksi aliran darah oleh E. coli/K.pneumoniae mendapatkan peresepan terapi definitif antimikrobia yang tidak tepat,” katanya, di Auditorium Fakultas Kedokteran UGM, Selasa (26/9) saat menempuh ujian program doktor.
Menurut Osman Sianipar, peresepan terapi antimikrobia empirik pada infeksi ini sebagian besar (67,65 persen) menggunakan sefalosporin yang sebagian besar merupakan peresepan antimikrobia jamak. Jumlah kematian pada kelompok subjek yang mendapat peresepan sefalosporin lebih sedikit dibanding peresepan non-sefalosporin.
“Sebagian besar isolat E. coli merupakan grup filogenetik B2 dan D1 yang merupakan strain virulen ekstraintestinal, sedangkan sebagian kecil merupakan grup B1 atau A. Isolat K.pneumoniae sp pneumoniae dengan genotipe K1, genotipe K2 dan genotipe bukan K1/K2 secara berturut sebanyak 14,8 persen, 11,1 persen dan 22, 2 persen,” ungkapnya.
Karena itu, kata Osman, infeksi aliran darah yang disebabkan K. pneumoniae/E. coli penghasil enzim ESBL secara umum tidak dapat dipakai sebagai prediktor kematian, kecuali pada kelompok subjek yang mendapat peresepan antimikrobia yang tidak tepat dalam terapi definitif, subjek dengan lekositosis, dan pada kelompok subjek dewasa. Angka ketidaktepatan dalam peresepan antimikrobia dalam terapi definitif cukup tinggi sehingga disarankan untuk diadakan pelatihan dalam penggunaan antimikrobia kepada dokter sehingga angka kesakitan dan kematian infeksi aliran darah yang disebabkan oleh kedua jenis kuman dapat diturunkan.
Mempertahankan disertasi Risiko Kematian Akibat Infeksi Aliran Darah E. coli/ K. pneumoniae Penghasil Enzim Extended-spectrum ?-lactamase, Osman menuturkan peresepan antimikrobia golongan sefalosporin dalam terapi empirik cukup tinggi, namun jika dilihat dari angka resistensinya yang lebih tinggi dari 50 persen. Angka resistensi ampisilin dan kombinasi ampisilin/sulbaktam cukup tinggi, meskipun peresepan kedua jenis antimikrobia tidak banyak.
“Peresepan antimikrobia golongan sefalosporin, ampisilin dan kombinasi ampisilin/sulbaktam sebaiknya dihindari dalam terapi empirik aliran darah. Peresapan kombinasi antimikrobia piperasilin/tazobaktam dapat juga dikombinasikan dengan gentamisin atau amikasin dapat disarankan dalam terapi empirik infeksi aliran darah,” paparnya didampingi promotor Prof. dr. Budi Mulyono, MM., Sp.PK(K) dan ko-promotor Prof. dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc., Ph.D dan Prof. drh. Widya Asmara, SU., Ph.D. (Humas UGM/ Agung)