Dalam rangka ikut membantu mencarikan solusi akan tingginya angka morbiditas dan mortalitas dari kanker, ia tidak lain merupakan salah satu hambatan di dalam pencapaian masyarakat Indonesia yang sejahtera pada tahun 2010. Klaster kesehataan –kedokteran UGM telah mengembangkan tentang studi tentang kanker nasopharynx (NPC) sebagai unggulan di dalam risetnya, yang meliputi etiologi, patogenesis, epidemologi, terapi, rehabilitasi dan sebaginya. Bahkan mereka telah berhasil menciptakan alat diagnostik dan deteksi dini serta penentu prognosis.
Tim peneliti yang tergabung dalam Team NPC Asia Link Ugm yang terdiri Dr. Sofia Mubarika dkk, berkeinginan untuk dapat menghasilkan suatu karya atau produk yang memiliki nilai akademis dan ekonomis yang dapat dipergunakan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dapat bersaing di tingkat nasional maupun internasional. “Tujuan dari pengembngan penelitian ini adalah untuk memetakan penyakit kanker NPC secara menyeluruh di kawasan Indonesa untuk menyediakan data base yang bermanfaat sebagai sumber informasi penanganan masalah kanker di Indonesia, mengkaji etiologi dan patogenesis penyakit kanker dengan pendekata biomolekuler,†ungkap Dr Sofia Mubarika dalam jumpa pers di Ruang Sidang Pimpinan Universitas Gadjah Mada, Senin (5/2).
Di yogyakarta NPC mempunyai angka insidensi tertingggi pada pria yakni 5,7 per 100.000 populasi dan berada di posisi 3 di berbagi senter di Indonesia. “Di Rumah Sakit Sardjito rata-rata dijumpai 100-120 kasus NPC baru per tahun. Penyakit NPC kebanyakan disebabkan dari kebiasaan merokok, makan ikan asin yang belum matang. Tetapi karena gejala yang ridak spesifik , umumnya penderita NPC datang ke rumah sakit RS Sardjito pada stadium lanjut (stadium III dan IV) setelah timbul benjolan di leher samping, sehingga hasil pengobatan tidak maksimal,†kata Bu Sofia.
Dengan keberhasilan mengembangakan alat diagnostik dan deteksi dini serta penentu prognosis kanker nasopharinx (NPC). Berarti peneliti UGM telah mengembangkan alat deteksi dini yang murah, feasible untuk dilakukan di daerah yang hanya mempunyai laboratorium sederhana. Alat ini telah terbukti mempunyai keungggulan dibanding kit yang sudah ada di pasaran. Karena dengan kombinasi 2 antigen yaitu VCA (Viral Capsid Antigen)-p18 dan EBNA (Epstein Barr Nuclear Antigen-1) maka tingkat spesifisitas dan sensitivitas menjadi lebih tinggi yakni 84,6% dan 90,4%. (Humas UGM)