Populasi pohon cendana di Indonesia terus menurun dalam beberapa dekade terakhir, bahkan berada dalam ancaman kepunahan.
Data Pemprov NTT tahun 2010 mencatat hanya terdapat 300 ribu pohon cendana dewasa di Timor, Alor, dan Sumba. Padahal, di tahun 2000 masih terdapat sekitar 1 juta pohon cendana di wilayah tersebut.
“Angka ini menunjukkan reduksi lebih dari 100 persen dalam kurun waktu 10 tahun terakhir,” jelas Yeni Widyana Nurcahyani, S.Hut., M.Sc., dosen Fakultas Kehutanan UGM, di kampus setempat, Jumat (20/10).
Mempertahankan disertasi tentang penelitian cendana di kawasan Gunung Sewu dalam ujian terbuka program doktor di Fakultas Kehutanan UGM, Yeni menyampaikan populasi cendana tidak hanya menghadapi ancaman kepunahan, tetapi juga mengalami penurunan keragaman genetik yang cukup signifikan. Fragmentasi hutan telah menyebabkan penurunan keragaman genetik populasi cendana secara signifikan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Tekanan sosial ditengarai menjadi salah satu penyebab utama penurunan keragaman genetik populasi cendana atau yang dikenal dengan nama latin Santalum album Linn., Santalaceae ini. Disamping itu, juga disebabkan oleh gangguan alami.
“Populasi cendana di Indonesia yang tersebar di pulau Jawa, Sumba, dan Timor juga mengalami degradasi secara genetis maupun reproduksi karena gangguan antropogenis dan alami,” jelasnya.
Melihat besarnya degradasi pada populasi alam cendana di kepualuan Indonesia bagian Tenggara, dikatakan Yeni, kemunculan ras lahan baru di Gunung Sewu Global Geopark Network dapat menjadi sumber daya yang menjanjikan untuk program rehabilitasi. Tidak hanya itu, kawasan pegunungan kapur seluas 1.300 kilometer persegi yang berada di bagian tengah Pulau Jawa ini juga dapat dimanfaatkan sebagai wahana penelitian dan reintroduksi.
“Cendana di Gunung Sewu tersebar sepanjang gradien geografis pada berbagai tipe lanskap,” tuturnya.
Dalam penelitian yang dilakukan Yeni di Gunung Sewu diketahui terdapat perbedaan karakteristik lanskap dan habitat di kawasan Gunung Sewu. Perbedaan itu menyebabkan terjadinya variasi struktur populasi, kondisi klimatis, dan lingkungan antar ras lahan cendana sepanjang zona geografis di Gunung Sewu.
Yeni menyebutkan bahwa keragaman genetik spasial maupun temporal bervariasi seiring dengan perbedaan struktur populasi. Keragaman tersebut sangat dipengaruhi oleh struktur populasi, kelimpahan bunga, dan klonitas.
Dalam kesempatan itu, Yeni mengajukan rekomendasi terkait strategi konservasi cendana. Menurutnya, strategi konservasi sebaiknya disusun sesuai dengan basis genetik, keragaman genetik, sistem perkawinan, tingkat fragmentasi, dan klonitas dari setiap populasi. Pengembangan strategi konservasi juga harus diintegrasikan dengan program konservasi regional dan nasional.
“Bisa dilaksanakan dengan berbagai skema reintroduksi, rehabilitasi, ataupun perhutani sosial, termasuk di dalamnya manajemen konservasi dengan skema geopark,” pungkasnya. (Humas UGM/Ika)