Manusia merupakan komponen penting dari sistem penginderaan jauh. Sebagai efek dari proses berpikir, persepsi visual, faktor demografis dan emosi maka hasil interpretasi antar penafsir citra pun bervariasi.
Sementara Kemampuan Berpikir Spasial (KBS) telah menjadi bidang kajian multidisiplin yang banyak dikaji oleh psikologi, pedagogi dan kini menjadi perhatian para ahli geografi karena geografi memiliki potensi besar untuk berperan serta mengembangkan KBS.
“Melalui pemanfaatan teknologi geospasial, SIG, penginderaan jauh, fotogrametri dan GPS, geografi berperan turut mengembangkan KBS. Hanya saja dalam penelitian ini menggunakan salah satu teknologi tersebut yakni penginderaan jauh,” ujar Bambang Syaeful Hadi, S.Pd., M.Pd., M.Si saat ujian terbuka di Auditorium Merapi, Fakultas Geografi UGM, Selasa (7/11).
Mempertahankan disertasi berjudul Pengaruh Penggunaan Citra Multi Resolusi Spasial Dalam Pembelajaran Penginderaan Jauh Terhadap Kemampuan Berpikir Spasial Mahasiswa Calon Guru Geografi, Bambang mengungkapkan penginderaan jauh membutuhkan pengguna data yang memiliki KBS tinggi. Oleh karena itu, manusia sebagai pengguna data harus dilatih agar memiliki KBS yang baik.
Menurut Bambang, di antara usaha yang dapat mendukung peningkatan KBS adalah melalui pemanfaatan penginderaan jauh. Dengan begitu maka antara penginderaan jauh dan KBS berada pada posisi yang saling membutuhkan.
“Penginderaan jauh membutuhkan penafsir yang memiliki KBS tinggi agar keseimbangan fungsional komponen menghasilkan aplikasi sistem penginderaan jauh yang optimal. Sebaliknya, dunia pendidikan membutuhkan penginderaan jauh untuk mendukung pengembangan KBS yang diperlukan dalam menghadapi berbagai permasalahan kehidupan yang terkait spasial,” kata dosen Universitas Negeri Yogyakarta itu.
Bambang menuturkan penginderaan jauh dalam penelitiannya dikaji dalam kedudukannya sebagai media pembelajaran yang memberikan ruang untuk melakukan aktivitas belajar secara luas. Pengukuran KBS menggunakan instrumen yang disusun berdasarkan konsep-konsep kunci KBS dipadu dengan penginderaan jauh.
“Peserta diuji kemampuannya dalam memecahkan masalah spasial dan menginterpretasi citra yang ditunjukkan oleh tingkat akurasi hasil interpretasi. Untuk itu mahasiswa harus melakukan cek lapangan sebagai langkah untuk mengukur akurasi interpretasi yang telah dilakukannya,” imbuhnya.
Dari hasil penelitian tersebut, Bambang berharap dapat memperoleh informasi tentang KBS, kemampuan menginterpretasi citra, kemampuan menggunakan strategi interpretasi, pengetahuan penginderaan jauh, akurasi hasil interpretasi dan kemampuan memecahkan masalah spasial dengan bantuan citra. (Humas UGM/ Agung)