Dalam Bab 14 pasal 33 amandemen UUD 1945, semangat keadilan sosial sudah hilang dan sudah dihapus. Judulnya bukan lagi keadilan sosial, tapi free market economy (ekonomi kapitalistik). Kesemua ini disebabkan ekonom kita dilatih oleh teori-teori ekonomi Amerika, bukan lagi sosial market ekonomi yang diperjuangkan founding fathers kita. Makna keadilan sosial hanya trickle down effect. Menurutnya, hanya anak terlantar, orang jompo, fakir miskin, yang menjadi urusan Negara. Tapi menciptakan keadilan sosial bukan lagi tugas atau intervensi pemerintah.
“Ini menyebabkan forum rektor bersikap keras dalam pertemuan dengan mentri pertahanan RI yang mengundang 60 Rektor dari seluruh Indonesia, selasa (20/2) di Jakarta. Mereka ingin menyampaikan konsep tentang pertahanan non militer. Masalah pertahanan yang akan dihadapi oleh Indonesia bukan lagi ancaman-ancaman militer dalam dan luar negeri, tapi ketidakmampuan pemerintah menciptakan keadilan social,†ujar Rektor UGM, Prof.Dr.sofian Effendi dalam sambutan penandatanganan kerjasama antara Universitas Gadjah Mada dan Dewan Koperasi Indonesia, Sabtu (24/2) di Ruang Multi Media, Gedung Pusat Lt 3.
Menurut Rektor, kerjasama ini sangat penting dalam menciptakan keadilan sosial. Universitas Gadjah Mada dan Dekopin mempunyai semangat dan jiwa yang sama, “Kita sama-sama memihak kepada rakyat, sikap ini menjadi dasar dalam kerjasama ini. Semangat membela dan memperjuangkan kepentingan rakyat kecil,†kata Sofian..
Sedangkan Adi sasono selaku Ketua Dewan Koperasi Indonesia mengungkapkan bhawa alasan yang bersifat ideologis lah yang melatarbelakangi kerjasama dengan Universitas Gadjah Mada. “UGM yang lahir dari gejolak perjuangan, merupakan salah satu universitas yang membela rakyat, dan dekat dengan rakyat. Sedangkan Dewan Koperasi yang berdiri 12 juli 60 tahun yang lalu berdiri saat terjadi serangan Belanda. Lima ratus orang berkumpul mendirikan koperasi di Bandung karena keburu diduduki oleh Belanda jadi Dekopin resmi didirikan di Tasikmalaya. Dasar pendiriannya adalah memperrkuat kekuatan ekonomi nasional, menolak ketergantungn dengan asing. Semua bekerja secara suka rela,†tutur Adi Sasono yang mengaku baru setahun kepengurusannya di Dekopin.
“Kita menerapkan ungkapan dari jogja dalam menjalankan organisasi ini, yakni Sugi tanpa Bondo (kaya tanpa harta-red). Bekerja tanpa anggaran, tapi kita punya keyakinan dan ide kreatif. Kita dipercaya orang dan punya jaringan,†kata pria yang pernah menjabat ketua ICMI ini.
Bagi Adi, ia banyak belajar dari almarhum Prof Mubyarto, komitmen dan konsistensi dan kejujuran beliau sebagai ilmuan menjadi inspirasi bagi dirinya dalam meneruskan cita-cita beliau.
“Angota Dekopin baru mencapai 30 juta, sekitar 22 % dari penduduk dewasa dibanding di Amerika yang sudah 140 juta atau 60 % dari penduduk dewasa orang Amerika yang menjadi anggota koperasi. Hal ini sebagai antitesa dari dominasi korporat di Amerika. Bahkan Simpanan koperasi di Korea sudah mencapai 168 milyar atau dua kali dana APBN kita. Di Jepang simpanan koperasi mencapai 336 milyar dolar,†tutur mantan menteri koperasi ini (Humas UGM).