Tersedianya cairan rumen yang memenuhi syarat untuk analisis in vitro sangat ditentukan oleh jenis donor dan ransumnya. Ketidakragaman donor dan ransum basal, cenderung terjadi variasi kualitas dan karakteristik cairan rumen. Jika hal ini terjadi, kemungkinan akan bervariasi jumlah dan mutu mikrobia yang berperan pada fermentasi.
Demikian pernyataan staf pengajar Fakultas Peternakan Universitas Mataram, NTB Ir Sudirman SU saat ujian doktor bidang ilmu peternakan di Sekolah Pascasarjana UGM, Jum’at, (23/2). Dengan bertindak selaku promotor Prof Dr Ir Ristianto Utomo SU dan ko-promotor Prof Dr Ir Zaenal Bachruddin MSc serta Dr Ir Budi Prasetyo Widyobroto DESS DEA.
“Dari penelitian membuktikan, tidak ada perbedaan konsumsi dan kecernaan in vivo tiga ransum percobaan dengan bahan pakan basal berbeda (jerami padi, jerami jagung, rumput gajah) antara sapi dan kerbau. Demikian pula kecernaan in vitro dengan inokulum cairan rumen kerbau. Pemilihan kerbau sebagai donor ini, karena karakteristiknya yang mudah dipelihara, hampir tersebar di Indonesia, tidak selektif terhadap pakan,†ujar Sudirman.
Feses yang digunakan sebagai sumber inokulum, dikatakan Sudirman, merupakan alternatif yang diyakini mampu menggantikan cairan rumen. Efikasinya dipengaruhi oleh keseragaman jenis dan polulasi mikrobia. Ternak donor dan ransum yang sama, menyebabkan kuantitas dan kualitas feses seragam. Berdasarkan uraian tersebut, maka untuk memperoleh feses yang seragam diharapkan dari donor sejenis dan dipelihara dengan penyediaan pakan yang konsisten.
Dalam desertasi berjudul “Kajian dan Validasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efikasi Penggunaan Feses Kerbau Sebagai Pengganti Cairan Rumen Dalam Penetapan Kecernaan in Vitro Pakan di Daerah Tropikâ€, lebih lanjut Sudirman menjelaskan, kemujaraban inokulum feses ditentukan oleh tepatnya dosis inokulum. Menurutnya standar dosis inokulum feses yang digunakan, cenderung bervariasi antar peneliti. Untuk memperoleh hasil yang seragam dan akurat, maka harus mengetahui standar bobot feses yang digunakan.
Setelah mempertahankan desertasinya dihadapan tim penguji, pria kelahiran Sumbawa 24 September 1951 ini dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude. Selain memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan teknologi model metode in vitro pakan dengan menggunakan inokulum feses, desertasi Sudirman bermanfaat pula untuk evaluasi pakan tanpa bergantung pada hewan berfistula rumen yang menjadi salah satu isu krusial animal welfare.
“Artinya, hasil penelitian sangat berguna bagi proses pengembangan dan modifikasi teknologi evaluasi pakan ternak ruminansia di daerah tropik,†tandas Ketua Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Mataram. (Humas UGM).