“Sabtu, 3 Maret 2007. UGM akan meresmikan Pusat Kebudayaan yang menempati Gedung eks Purna Budaya. Pusat Kebudayaan ini didirikan untuk mengemban cita-cita pendiri Universitas iniâ€
Demikian pernyataan Rektor UGM dalam jumpa pers, Rabu (28/2) di Gedung Pusat Kebudayaan (PK). Dengan resmi berdirinya Pusat Kebudayaan menurut Sofian, berarti UGM telah merealisasikan salah satu harapan yang dirumuskan oleh pendirinya.
“UGM seperti yang dicantumkan dalam logonya, tergambar Surya dengan sinarnya dan kartika bersegi lima warna kuning emas yang melambangkan bahwa UGM adalah Universitas Pancasila. Selain itu, sebagai Balai Nasional Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan bagi Pendidikan Tinggi yang memancarkan ilmu pengetahuan, kenyataan dan kebijakan,†papar Sofian.
Bagi Sofian, selama ini UGM sebagai pengembangan pusat budaya bangsa dirasakan masih kurang. Alasannya, belum ada lembaga yang didirikan UGM untuk menjalankan tugas pengembangan budaya.
“Kebetulan purna budaya dikembalikan ke UGM oleh Dinas Kebudayaan sekitar setahun yang lalu. Kami pugar gedung eks purna budaya ini menjadi lembaga pengembangan budaya. Tergapailah sudah UGM sebagai pengembangan iptek berlandaskan nilai pancasila, di pihak lain UGM tidak melupakan misi sebagai pusat pengembangan budaya bangsa,†tutur Sofian.
Tidak menutup kemungkinan kata Sofian jika nanti di Pusat kebudayaan ada semacam Pidato Kebudayaan setiap tahunnya. Termasuk kegiatan diskusi kebudayaan yang dilakukan oleh Kagama, MGB di PK tentang Daerah Istimewa Yogyakarta. “Apakah propinsi DIY atau Derah Keistimewaan Yogyakarta atau ada formulasi bentuk lain yang kita usulkan untuk menciptakan Yogyakarata yang lebih stabil, “ papar Sofian.
Sedangkan Direktur Pusat kebudayaan Prof. Dr. Syafri Sairin, MA megungkapkan bahwa dalam peresmian PK nanti akan dimulai dengan Sarasehan Nasional, dengan tema “Membangkitkan Apresiasi Budaya Tradisionalâ€.
“Dimulai dengan pameran lukisan keluarga UGM, para dosen, ibu dosen, dan alumni. Sekitar 76 lukisan sudah terkumpul dan dipamerkan. Puncak peresmiannya, akan dilaksanakan Pidato Kebudayaan yang dilakukan oleh WS Rendra, selaku tokoh budaya dan juga sebagai alumnus UGM. Rencananya PK juga akan mengundang Sri Sultan Hamengkubuwono selaku the garden of culture,†ujar Syafri.
Bukan hanya kesenian saja yang menjadi fokus di PK ungkap Syafri, tapi melestarikan budaya menjadi sebuah museum budaya. “Jogja ini adalah miniaturnya Indonesia. Ada pikiran bahwa akan ada festival kesenian daerah bahkan internasional. Ini menunjukkan UGM sebagai universitas nasional yang sudah meng-internasional. Bayangkan saja di Fakultas Iimu Budaya, mahasiswa asing sudah mencapai 400 lebih mahasiswa, mereka bisa menampilakan budaya kesenian masing-masing†ungkap pria yang pernaf aktif dengan Prof Kayam di Pusat Studi Kebudayaan. (Humas UGM)