Alumni Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM tahun 1983 menyelenggarakan Seminar Nasional (Semnas) bertajuk “Prospek, Peluang, dan Tantangan Pengembangan Peternakan dan Kesehatan Hewan di Indonesia Tahun 2018” pada Sabtu (20/1) di Auditorium FKH UGM.
Seminar tersebut menghadirkan beberapa pembicara ahli, di antaranya Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI, drh. Syamsul Maarif, M.Si., Kepala Bidang Keamanan Hayati Hewani, Pusat Karantina Hewan, Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian RI, drh. Bambang Haryanto, dan Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Perikanan, Kab. Bangka Selatan, Provinsi Bangka Belitung, drh. Suhadi.
Syamsul yang berkesempatan memulai diskusi menjelaskan materinya terkait pembangunan peternakan dan kesehatan hewan saat ini. Ia memaparkan beberapa capaian makro peternakan dan kesehatan hewan yang telah dicapai pada tahun 2017, misalnya beberapa sektor telah mengalami kenaikan. Ia menyebutkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) peternakan naik menjadi Rp112,0 triliun per September 2017. Kenaikan juga terjadi pada Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing di bidang peternakan.
“Meski mengalami beberapa peningkatan, ada beberapa penurunan yang terjadi salah satunya yakni jumlah peternak Indonesia yang mengalami penurunan,” terang Syamsul.
Selain menjelaskan beberap capaian makro peternakan dan kesehatan 2017, Syamsul juga menerangkan kondisi terkini beberapa populasi hewan ternak Indonesia. Pada jenis hewan ruminansia, hewan seperti sapi, dan kerbau mencapai jumlah populasi tertinggi dari lima tahun terakhir. Sementara itu, pada jenis unggas, seperti ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras pedaging, dan itik mencapai jumlah populasi tertinggi dibanding lima tahun terakhir.
“Produksi daging sapi dan kerbau mencapai 564,1 ton di tahun 2017, jumlah tersebut paling tinggi dibanding lima tahun terakhir,” papar Syamsul.
Lain dengan Syamsul, Bambang menjelaskan terkait peran Karantina Pertanian dalam menjamin keamanan produk hewan Indonesia. Bambang menjelaskan beberapa strategi pengelolaan risiko pemasukan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dan keamanan pangan asal hewan. Salah satu strategi yang dilakukan dengan melakukan beberapa instrumen, seperti Pest Risk Analysis (PRA), Recognition of PRA, Equivelance systems, Preshipment Quarantine systems, dan Mutual Recognition Agreement (MRA).
Seluruh instrumen tersebut ditargetkan pada HPHK untuk selanjutnya dilakukan tindakan lebih lanjut seperti Pre-Border, At-Border, dan Post-Border. Bambang menuturkan bahwa Badan Karantina Pertanian merupakan salah satu institusi yang berwenang dalam penyelenggaraan sistem keamanan pangan dan berfokus di tempat pemasukan dan atau pengeluaran.
“Seperti moto Badan Karantina Pertanian Bersama Anda Melindungi Negeri,” ujar Bambang. (Humas UGM/Catur)