Kejadian angin ribut yang melanda 4 kecamatan di Yogyakarta pada 18 februari 2007, sekitar pukul 16.45 wib merupakan fenomena cuaca ekstrim yang sering terjadi di beberapa kota-kota besar di Indonesia. Angin dengan kecepatan sampai 40 knot ini disinyalir mampu menerbangkan atap dan bangunan rumah milik penduduk. Angin ribut ini muncul karena adanya tekanan udara rendah di bawah awan tebal hitam.
“Fenomena angin dengan kecepatan mencapai 28-47 knot atau 50-88 km/jam disebut angin ribut (gale). Istilah lesus, puting beliung, celeret tahun merupakan istilah lokal untuk memberi arti terhadap fenomena angin ini,†ujar Emilya Nurjani, S.Si., M.Si dalam Seminar bulanan yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Bencana (PSB), selasa (20/3) di Ruang Sidang PSB..
Kejadian angin ribut sangat umum terjadi, hal ini disebabkan oleh material permukaan bumi yang lebih banyak menyimpan energi radiasi matahari. “Fenomena ini ternyata mendorong terciptanya angin yang lebih kencang dari biasanya. Hal ini juga didorong oleh topografi daerah perkotaan yang didominasi bangunan tinggi yang berfungsi seperti pegunungan,†ungkap dosen fakultas Geografi ini.
Emilya menambahkan, suhu permukaan yang tinggi atau panas membuat suhu udara di atasnya naik. Akibatnya udara mengembang dan menjadi lebih ringan. Karena lebih ringan di banding udara sekitarnya, maka udara akan naik. “Begitu udara panas tadi naik, tempatnya segera digantikan oleh udara sekitarnya, terutama udara dari atas yang lebih dingin dan berat, Karena perbedaan panasnya sangat ekstrem, timbullah tekanan yang sangat rendah, sehingga angin yang ada di perkotaan menuju ke pusat tekanan yang lebih rendah lalu menimbulkan angin ribut,†jelas Emilya.
Untuk mengurangi kerugian jiwa maupun material akibat bencana angin ribut, Emilya menyarankan perlu kiranya dilakukan langkah-langkah preventif. Salah satu yang bisa dilakukan dan harus disediakan oleh BMG sebagai lembaga yang berwenang adalah menyediakan peta cuaca.
“Sebagai antisipasi ke depam, sebenarnya kapan akan terjadi angin ribut dapat diketahui dengan menggunakan sinoptik chart, tetapi data ini belum tersedia di BMG Indonesia,†imbuh Emilya.
Synoptic chart (peta sinoptik) adalah peta yang merangkumkan keadaan mutakhir dari cuaca di suatu wilayah. Tujuan dari pembuatan peta sinoptik ini menurut Emilya agar para pemrakira cuaca mempunyai gambaran tiga dimensi mengenai keadaan cuaca yang sedang berlangsung denga cara yang dapat dimengerti.
Setidaknya kata Emilya, ada beberapa langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menghindari bencana angin ribut. “Usahakan berlindung di ruang bawah tanah, jika ada. Bila sedang berada di tempat terbuka, berlarilah ke parit sambil merunduk dan menutupi kepala. Jauhilah pepohonan yang biasanya jadi sasaran petir karena gampang tumbang. Selain itu, berlindung di ruangan di tengah rumah yang tak berjendela dan menyelubungi diri di bawah kasur,†kata Peneliti Hidro meteorologi dan Kualitas Udara ini. (Humas UGM)