Pembahasan ilmu dan agama menurut Dr. Zainal Abidin Bagir, MA masih bersifat ekslusif dan sudah punya panggung sendiri di kalangan agama. Padahal tantangan sain dan teknologi merupakan masalah yang sama dihadapi oleh semua agama di berbagai tempat. Bahkan pembahasan bentuk-bentuk teori ilmiah masih dibahas dalam perspektif dampak terhadap teologi (pemikiran agama) sedangkan pembahasan bentuk etikanya masih kurang.
Zainal mencontohkan, “Masing-masing agama menghadapi tantangan bersama dalam perkembangan bioteknologi seperti perkembangan teknologi kloning dan teori evolusi,†ungkap Zainal dalam diskusi Bedah Buku Ilmu, Etika dan Agama, menyikap Tabir Alam dan Manusia, Kamis (29/3) di Ruang Auditorium lantai III Fakultas Filsafat UGM.
Munculnya ide pembuatan buku ini kata Zainal, berawal dari tahun 2003 yang lalu saat Program studi Agama dan Lintas budaya UGM melakukan serangkaian workshop tentang agama dan ilmu di empat kota; Jogja, Malang Jakarta dan Padang. Kegiatan ini mengundang berbagai dosen dari berbagai perguruan tinggi meliputi dosen agama, dosen filsafat dan dosen ilmu budaya dasar dan para tokoh-tokoh agama. “Muncul usulan saat itu untuk dibuat buku acuan tentang Ilmu, Agama dan Etika,†tutur Zainal selaku penulis buku yang didiskusikan ini.
Buku yang ia tulis ini kata Zainal masih terlalu sederhana cara pandangnya, namun ia sudah berusaha mengajak pembaca untuk mengetahui cara pandang pemikiran-pemikiran agama dalam menyikapi sains dan teknologi.
“Pandangan agama terkait penciptaan alam berdasarkan teori evolusi Darwin dalam awal pembahasan di buku ini, saya mengambil beberapa tangggapan berbagai agama dalam menyikapi teori evolusi ini. Pandangan satu agama akan berbeda dengan pandangan yang lain sehingga setiap agama yang satu bisa belajar dari cara pandang agama yang lain,†kata pengajar Center for Religion and Cross Cultural Studie ini.
Kata Zainal, pencarian akar-akar hubungan ilmu, etika dan agama terus menerus diupayakan manusia terlebih lagi pada beberapa dasa warsa terkahir ini. Hal ini menandakan adanya sebuah kesadaran baru yang tumbuh di beberapa kalangan masyarakat. Kesadaran baru yang dimaksud adalah semakin mencuatnya kesadaran akan interdepedensi nilai-nilai keilmuan, nilai-nilai etika dan nilai-nilai agama satu sama lain.
Penyingkapan tabir manusia dan alam secara sederhana dapat dikatakan sebagai upaya pembacaan kembali manusia tentang dirinya sendiri dalam kaitannya dengan alam, Bahkan persoalan tersebut tidak akan selesai manakala manusia sendiri belum memiliki perspektif yang kuat dalam memandang kaitan hubungannya dengan sesama manusia dan Tuhan. (Humas UGM)