UGM bersama Mount Fuji Research Institute Jepang bekerja sama melaksanakan program mitigasi erupsi Gunung Merapi bagi siswa serta guru SD yang dinamakan program Merapi – UGM – Mt. Fuji Research Institute (MGF).
Dalam periode pertama program ini, pelatihan difokuskan di 3 SD, yaitu SD Glagaharjo di Kabupaten Sleman, serta SDN Kalibening dan SD Kanisius Prontakan di Kabupaten Magelang.
“Program ini merupakan hasil kerja sama dari Fakultas MIPA UGM, Fakultas Geografi UGM, serta MRFI dengan sokongan dana dari Pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperacy Agency. Ini merupakan suatu pendidikan terkait bagaimana membentuk anak-anak kita agar sadar terhadap bencana, utamanya yang berkaitan dengan bencana Gunung Merapi,” ujar Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, saat membuka Workshop dan Evaluasi Proyek MGF Periode 1 pada Rabu (14/2) di Auditorium FMIPA UGM.
Proyek MGF merupakan program peningkatan pendidikan kebencanaan untuk memberikan pemahaman terhadap anak-anak SD secara berkelanjutan selama 3 tahun dengan pendekatan pengenalan Gunung Merapi secara ilmiah. Proyek ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan penanggulangan bencana erupsi Gunung Merapi dengan menggunakan sistem monitor untuk area bagian barat sisi Gunung Merapi.
Panut menambahkan, pemberian pemahaman yang benar dan menyeluruh tentang bencana erupsi kepada anak-anak, khususnya bagi mereka yang tinggal di daerah rawan bencana, merupakan salah satu upaya untuk menumbuhkan budaya sadar bencana sejak dini. Jika kesadaran ini telah tumbuh, mereka nantinya bisa mengenali dan menyikapi bencana dengan benar.
“Penanaman budaya sadar bencana ini menjadi sangat penting bagi anak-anak kita supaya mereka tumbuh menjadi insan yang siap ketika di lingkungan mereka terjadi bencana,” imbuh Panut.
Kegiatan pelatihan yang telah dilangsungkan di tiga SD tersebut pada bulan September tahun lalu berupa pengenalan umum bagian gunung api, tanda menjelang erupsi, material hasil erupsi dan sistem pemantauan, serta percobaan erupsi dengan menggunakan air soda. Kemudian pada bulan Desember, pelatihan yang diberikan berupa pembahasan yang lebih rinci mengenai gunung api, karakteristik material erupsi yang membahayakan serta pengenalan alat perekam gempa gunung api dan percobaan aliran piroklastik dan lava dengan peta relief dan aquarium kecil.
Perwakilan dari MFRI, Mitsuhiro Yoshimoto, mengutarakan apresiasinya atas peran aktif para siswa dan guru serta kepala sekolah di ketiga sekolah yang telah mendukung dan berpartisipasi dalam program ini.
“Saya melihat kesungguhan dari para siswa di Indonesia ketika mereka mengikuti pelatihan bencana gunung api ini,” ucapnya.
Pelatihan mitigasi bencana gunung berapi, ujarnya, juga menjadi salah satu program utama yang dijalankan pemerintah Jepang bagi murid-murid sekolah dasar, di samping pelatihan jenis bencana lain yang telah lebih lebih dahulu dimulai beberapa tahun sebelumnya. Ia berharap, melalui kerja sama dengan UGM ini akan muncul konsep gabungan mitigasi bencana yang baik dan bermanfaat baik bagi Jepang maupun bagi masyarakat Indonesia.
“Terima kasih kepada UGM yang telah berupaya sungguh-sungguh untuk menyelenggarakan acara ini. Saya rasa dengan menggabungkan konsep mitigasi di Jepang dan Indonesia, ini dapat membuat daerah-daerah di Indonesia lebih berkembang dalam penanganan bencana,” imbuhnya. (Humas UGM/Gloria)