Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia menyelenggarakan sebuah Focus Group Discussion bertajuk “Menemukan Sumber Identitas Budaya Politik Bangsa.” Hadir dalam diskusi tersebut beberapa perwakilan dari Lembaga Pengkajian (Lemkaji) MPR RI, di antaranya Dr. Ahmad Farhan Hamid, M.S., Agung Jelantik Sanjaya, Yusyus Kuswandana, S.H. M.Si., Ir. Memed Sosiawan, M.E., dan Drs. Lalu Soedarmadi, MPIA. Adapun narasumber yang hadir dalam diskusi yang dilaksanakan pada Sabtu (10/3) di Yogyakarta itu, yakni Prof. Dr. Kaelan, M.S. (Guru Besar Fakultas Filsafat UGM), Prof. Dr. Suhartono (Guru Besar Sejarah UGM), dan Prof. Dr. Dr. Sutaryo, Sp. A (K) (Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM).
Ahmad dalam sambutannya menyebutkan bahwa Lemkaji sebagai lembaga yang mengkaji tentang sistem ketatanegaraan serta menjadi laboratorium konstitusi yang memberi masukan, pertimbangan, dan usul kepada pimpinan MPR. Ia menjelaskan bahwa kajian tentang kebudayan secara umum dan budaya politik secara khusus telah dibahas sejak lama melaui rapat dan diskusi. Menurutnya, norma kebudayaan dimasukkan dalam konstitusi karena berhubungan erat dengan pembangunan peradaban yang tidak diragukan lagi.
“Bangsa Indonesia memiliki Pancasila yang secara genuine nilai-nilainya digali oleh para pendiri negara dari kebudayaan yang ada pada masyarakat Indonesia,” tutur Ahmad.
Lebih lanjut Ahmad mengatakan bahwa target yang diharapkan dari proses pembudayaan adalah lahirnya satu kultur politik, ekonomi, sosial, dan budaya baru yang sesuai. Ahmad menambahkan bahwa berbeda dengan pendekatan sistem yang sifatnya legislatik, pendekatan kebudayaan lebih fokus pada perubahan atau pembaruan diri. “Kami berharap forum ini dapat menjadi ajang tukar pikiran antara Lemkaji dengan para akademisi agar dapat merumuskan gagasan-gagasan tentang karakter dan muatan budaya bangsa yang bisa menjadi pedoman dalam membangun peradaban Indonesia ke depan,” ujar Ahmad.
Sementara itu, Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., yang turut menghadiri diskusi itu mengatakan bahwa pertemuan yang dilakukan Lemkaji dan UGM ini dapat mengonsolidasikan pemikiran-pemikiran untuk menemukan dan menganli sumber identitas budaya politik bangsa. Menurut Panut hal itu sangatlah penting mengingat perkembangan telnologi yang sangat disruptif dan diiringi pertukaran informasi saat ini. Hal itu turut memaksa berbagai komponen yang ada untuk membentengi elemen bangsa dalam rangka memegang teguh nilai-nilai kebangsaan dan kebudayaan Indonesia.
“Nilai-nilai itu harus terus dipelajari, digali, dan disosialisasikan agar diserap seluruh elemen bangsa dalam rangka membentengi NKRI dari gempuran-gempuran budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa,” ujar Panut.
Ia menegaskan bahwa tantangan selanjutnya tidak hanya aspek subtansial, namun juga bagaimana nilai-nilai tersebut disampaikan dengan cara-cara inovatif dan menarik bagi generasi milenial. (Humas UGM/Catur;foto: Firsto)