Dekan Sekolah Vokasi UGM, Wikan Sakarinto, S.T., M.Sc., Ph.D., mengatakan lulusan Sekolah Vokasi diminta tidak hanya memegang ijazah dan transkrip nilai. Lebih dari itu, para lulusan Sekolah Vokasi UGM diharapkan memiliki sertifikasi kompetensi.
Untuk bisa lulus, kata Wikan, mahasiswa Sekolah Vokasi kini diberi tambahan syarat lulus toefl. Jika sebelumnya disepakati untuk lulus harus memiliki toefl 500, maka kini diperingan menjadi 450.
“Sertifikasi kompetensi harus, misalnya pro enginering, pengelasan, kemudian sertifikasi dari perusahaan dan sebagainya, serta syarat bahasa inggris toefl 500. Itu kemauan semula, namun kemudian disepakati syarat lulus 450 dan tidak ada tawar menawar lagi,” ujar Wikan, Rabu (29/3) saat penandatanganan kerja sama Sekolah Vokasi UGM dan PT. Triputra Agro Persada.
Menurut Wikan, semua yang dilakukan Sekolah Vokasi UGM adalah untuk membentuk kompetensi. Menurutnya, selain IPK yang tinggi maka penguasaan softskill, seperti komunikasi, leadership, problem solving, english, kemampuan presentasi, critical thinking dan kreativitas sangat diperlukan.
“IPK tinggi memang akan memudahkan untuk dipanggil wawancara. Namun, saat wawancara tidak bisa ngomong, tidak problem solving dan lain-lain, tentu akan meragukan bagi perusahaan. Oleh karena itu, kompetensi itu satu kesatuan, bukan hanya IPK. Ini yang kita desain dalam kurikulum kita,” katanya.
Kerja sama Sekolah Vokasi UGM dengan PT Triputra Agro Persada dalam bidang magang bekerja. Meski begitu kerja sama ini tidak menutup kemungkinan untuk bidang pendidikan dan pengembangan riset.
Sutedjo Halim selaku Direktur PT Triputra Agro Persada mengungkapkan kerja sama ini sebagai kesempatan untuk mewujudkan link and match. Sebab, dengan kerja sama ini bisa membantu banyak sekali orang yang mengalami kesulitan mencari pekerjaan.
“Ini link and match sering disebut sebagai supply and demand. Pada saat ini kita melihat begitu banyak sekolah, namun banyak sekali orang yang mengalami kesulitan mencari pekerjaan,” ungkapnya.
Sepakat dengan Dekan Sekolah Vokasi, Sutedjo Halim menyatakan memiliki nilai akademik baik tidak menjamin seseorang bisa bekerja dengan baik. Oleh karena itu, penguasaan soft skill, seperti bahasa Inggris sangat diperlukan.
“Kemajuan tidak bisa ditahan, terus dan yang bisa kita lakukan adalah merefresh diri untuk naik. Kalau tidak mau tentu akan tenggelam. Misalnya, penguasaan bahasa Inggris perlu karena kita sudah sering saat ini diundang pada forum-forum internasional,” tuturnya.
Kegiatan kerja sama diisi dengan executive sharing PT Triputra Agro Persada. Dilanjutkan dengan rekrutmen yang diikuti mahasiswa Sekolah Vokasi Prodi Teknik Mesin, Elektro, Teknik Pengelolaan dan Perawatan Alat Berat dan Agroindustri. (Humas UGM/ Agung)