Universitas Gadjah Mada dan Yayasan Arsari Djojohadikusumo (YAD) melaksanakan penandatanganan kerja sama di bidang pengembangan sumber daya manusia dan bidang pelestarian budaya Jawa. Dukungan diwujudkan dalam bentuk pemberian beasiswa bagi mahasiswa dan dosen. Hal itu mengemuka dalam penandatanganan kerja sama yang dilakukan oleh Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., dengan Ketua YAD, Hashim Djojohadikusumo, Rabu (18/4), di ruang auditorium gedung R. Soegondo Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM.
Kepada wartawan, Dekan FIB UGM, Dr. Wening Udasmoro, mengatakan melalui kerja sama ini pihak YAD akan memberikan beasiswa untuk mahasiswa jenjang sarjana dan magister dalam bidang sastra Jawa. Kepedulian YAD, menurut Dekan, dikarenakan mulai menurunnya peminat calon mahasiswa untuk prodi sastra Jawa. “Sudah sangat sedikit yang ingin belajar bahasa Jawa,” kata Dekan.
Apabila mahasiswa Prodi Sastra Jawa mendapat kesempatan mendapat beasiswa maka dosennya pun akan diberi kesempatan melanjutkan pendidikan S3 di luar negeri, “Para dosen diberikan beasiswa studi lanjut sekaligus tuition fee dan biaya riset lapangan,” katanya.
Tidak hanya sampai di situ, lanjut Wening, yayasan milik keluarga Hashim ini juga memberikan tambahan biaya honor untuk pensiunan guru besar yang selama ini telah berjasa dalam pengembangan pendidikan di FIB UGM serta insentif tambahan bagi dosen yang masih berstatus honorer. “Ada pemberian gaji untuk dosen FIB yang masih honor dan para guru besar yang purna tugas,” kata Wening.
Kerja sama dengan YAD sudah berlangsung sejak 11 tahun lalu melaui bantuan pembangunan gedung perkuliahan. Kerja sama selanjutnya adalah mendorong percepatan dosen untuk mendapat gelar profesor dan jabatan guru besar. “Ada program profesorisasi, sekarang FIB tengah darurat jumlah profesor dan guru besar baru,” tambahnya.
Hashim menyebutkan untuk kerja sama kali ini pihaknya menyalurkan bantuan hingga puluhan miliar. Bantuan yang diberikan dalam bidang pengembangan budaya tersebut sebagai bentuk kontribusi YAD dalam upaya melestarikan budaya jawa. “Untuk menindaklanjuti kerja sama ini kita siapkan puluhan miliar,” ujarnya.
Alasan YAD memberikan perhatian dalam bidang budaya, kata Hashim, tidak lepas dari ketertarikannya dalam mempelajari ilmu arkeologi dan sejarah serta budaya. “Sejak dulu saya sudah tertarik dalam bidang arkeologi, sejarah dan budaya,” kata adik Prabowo Subianto yang sudah menjadi pengusaha sejak 40 tahun lalu itu.
Menurut Hashim ketertarikannya pada bidang arkeologi sudah dilakukannya dengan membantu pelaksanaan seminar internasional paleoantropologi bersama Prof. T. Jacob tahun 2007. “Dipimpin Prof T Jacob, kami memberi sponsor seminar paleoantropologi dihadiri 55 pakar dari 55 negara asing,” kenangnya. Seminar tersebut menurut Hashim membahas tentang manusia hobit yang ada di Flores.
Selain melaksanakan kerja sama, Hashim juga menyampaikan kuliah umum yang bertajuk pluralisme dan pembangunan karakter bangsa di hadapan ratusan mahasiswa. Dalam kuliah umum itu, Hashim mengatakan bangsa Indonesia sangat beruntung memiliki Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa. “Kita di Indonesia dapat anugerah berupa Pancasila sehingga bisa bersatu dan tetap utuh sebagai sebuah bangsa,” katanya.
Menurutnya, pendiri bangsa melahirkan Pancasila untuk alat pemersatu dan juga bersepakat memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Ia membandingkan negara Uni Soviet dan Yugoslavia yang pecah menjadi beberapa negara karena tidak memiliki alat pemersatu. “Bukan masalah agama yang jadi unsur pemecah sebuah bangsa, namun soal budaya dan bahasa,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson;foto: Bani)