Meski pekerjaan sehari-hari di Bank Indonesia, Dwi Mukti Wibowo, S.H., M.H., alumnus Fakultas Hukum UGM tetap melakukan pengabdian pada masyarakat. Sesibuk apapun sebagai Deputi Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia, ia terus menyempatkan berkegiatan di LSM untuk pemberdayaan dan kesejahteraan.
Pengabdiannya terutama ditujukan kepada kalangan difabel. Kelompok yang selama ini terpinggirkan, dan ia bersama yang lain terus memberdayakan kaum disabilitas agar mereka sejahtera dan pada akhirnya mandiri.
“Kapan mereka mandiri, kita harus mengupayakan dalam pemberdayaan. Ini kegiatan saya di luar BI, pagi siang kami performance lengkap, malam hari kami tanggalkan atribut, kami mengurusin mereka,” kata Dwi Mukti Wibowo, di Grha Sabha Pramana, Bulaksumur, Rabu (18/4) saat memberi Pembekalan Wisuda Program Pasca Sarjana Periode April 2018.
Aktif di Debraile (Disability Empowerment for Bisnis Relationship Education Labour and Entertainment), Dwi Mukti mengaku senang. Ia bisa melakukan pemberdayaan kaum disabilitas dari sisi bisnis, sisi kemitraannya, dan dari edukasi.
“Kita upayakan penciptaan lapangan pekerjaan maupun entertainment. Pokoknya kita fokus memberdayakan mereka, urusan kebijakan adalah urusan kementerian. Ini murni urusan kami pribadi bagaimana kami memberdayakan kaum disabilitas,” katanya.
Dwi Mukti mengakui meski UU No.8 tahun 2016 sudah ditetapkan, namun masih banyak masalah-masalah disabilitas disana-sini. Difabel di Indonesia dinilai masih terpinggirkan dari sisi kehidupan dan masih muncul tindakan diskriminatif.
“Bahkan ada beberapa PT belum bisa menerima mahasiswa baru penyandang disabilitas. Stigma yang menyelimuti disabilitas, difabel menjadi beban. Oleh karena itu, Debraile pingin menjadi gerbang untuk kemandirian bersama,” ucapnya.
Dwi Mukti Wibowo lahir di Semarang 27 April 1964 dari darah pasangan pegawai negeri. Ayahnya, Darsono Sudri adalah pegawai kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud), dan ibunya, Fitriati adalah pegawai Rumah Sakit Jiwa, Solo. Latar belakang inilah yang menjadikannya berjiwa pendidik dan sosial.
Perjalanan kariernya cukup panjang, dimulai sebagai Staf PCPM Bank Indonesia (BI) yang ditempatkan pertama kali di Urusan Luar Negeri (1994-2002), menjadi Kepala Seksi Sistem Kebijakan Ekonomi dan Moneter (SKEM) serta Pengelolaan Kebijakan Moneter) di Kantor BI Pontianak, Kalbar (2002-2005). Sempat bertugas sebagai Kepala Seksi Administrasi di Kantor Perwakilan BI New York (2005-2008), sebelum menjadi Analis SDM Madya di Direktorat Sumber Daya Manusia (2009-20013). Lantas mutasi di Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat (2013-Juni 2013) dan terakhir di Departemen Komunikasi (Juni 2013-Sekarang).
Meski kesibukan yang semakin padat, kiprah Dwi Mukti di dunia sosial bukannya berkurang, namun justru meningkat. Kini, ia bertambah perannya sebagai Pembina Yayasan Tuna Netra Swaybima yang memiliki komunitas berjumlah 70 anggota, dan pembina aktifitas sosial yang informal.
Ia sempat hampir menyerah dan istirahat dari kegiatan sosial yang menyita perasaan. Ia pun pernah mengalami kelelahan mendanai kegiatan sosial yang dibiayai dari kantong pribadinya dan hasil penjualan lukisannya.
Memang ada pula dana yang berasal dari institusi internalnya dari ikatan pegawai BI. Dana-dana tersebut sifatnya hanya one shoot, sekali saja per kegiatan setelah itu selesai.
Sementara itu, Dwi Mukti telah berkomitmen, dalam berkegiatan jangan tanggung-tanggung jika berbuat sesuatu. Jika ingin menuai hasil maka harus mengawal perkembangan kegiatan sosial yang sudah diniatkan.
“Kita baru bisa melepaskan jika mereka sudah mulai mampu mandiri. Keberhasilan kita bukan berapa jumlah yang kita berikan, tetapi seberapa jauh mereka mampu berdikari dan menolong diri mereka sendiri,” tutur Dwi Mukti. (Humas UGM/ Agung;foto: Firsto)