Salah satu alarm yang mengingatkan urgensi pengembangan teori pengambilan keputusan etis dalam kehidupan perguruan tinggi adalah menyangkut integritas akademik. Masyarakat masih berharap institusi pendidikan bisa menjadi tolok ukur sekaligus instrumen untuk penanaman nilai-nilai luhur para penerus bangsa.
Mahasiswa sebagai calon tenaga kerja perlu memiliki integritas guna menghadapi perkembangan pesat dunia kerja di tengah serbuan pasar global yang menghendaki penerapan etika kerja yang baik. Oleh sebab itu, akan menjadi pukulan berat manakala lembaga-lembaga pendidikan tinggi bukannya menunjukkan kemampuan menjaga nilai-nilai kejujuran dan integritas profesional, namun justru menjadi pencetak insan miskin integritas.
“Berita plagiarism di Kompas 10 Februari 2014 menjadi isu besar dan masyarakat dikecewakan dengan salah seorang tokoh pendidik. Masyarakat kecewa karena orang yang mestinya menjadi teladan dalam hal integritas akademik, justru bertingkah sebaliknya,” ujar Dra. Ika Widyarini, MLHR, di Auditorium G-100 Fakultas Psikologi UGM saat menempuh ujian terbuka Program Doktor.
Oleh karena itu, menurut Ika Widyarini, pengembangan model teori pengambilan keputusan etis di institusi pendidikan sudah saatnya dilakukan. Dengan mengembangkan model teori pengambilan keputusan etis mampu memberi pemahaman lebih besar mengenai bagaimana etika diterapkan di ranah pendidikan.
Indonesia sendiri saat ini masih berada di ranking yang memprihatinkan dalam hal transparansi atau kebersihan sistem dibanding negara lain. Indonesia berada di ranking 96 dari 180, sementara skor corruption index Indonesia adalah 37 dari skor maksimal 100. Hal ini mencerminkan praktik tindakan transparan atau jujur dalam pengelolaan negara masih jauh dari baik.
“Ternyata masih banyak yang harus dilakukan untuk membentuk generasi muda, terutama yang masih di bangku kuliah bila kita menginginkan generasi masa depan lebih bijak dalam pengambilan keputusan benar atau salah,” kata dosen Fisip Unibraw, Malang tersebut.
Ika mengakui belum banyak teori pengambilan keputusan yang dikembangkan dalam seting pendidikan. Padahal, situasi etis yang membutuhkan penerapan nilai kebajikan dalam kekuatan karakter dan emosi moral sering dialami di institusi pendidikan . Terlebih pada pendidikan tinggi, misalnya untuk etika penelitian maupun penulisan karya ilmiah.
Ika menuturkan pengambilan keputusan etis adalah pilihan yang menghasilkan keputusan yang baik, yang secara moral dapat diterima oleh kelompok atau masyarakat. Untuk itu, penelitian yang ia lakukan mengkaji tentang pengaruh emosi moral dan kekuatan karakter terhadap pengambilan keputusan etis.
“Emosi moral adalah emosi yang merespons pelanggaran moral, atau yang memotivasi individu untuk memilih perilaku moral tertentu. Sedangkan kekuatan karakter adalah kebajikan (virtues) yang dominan pada seseorang,” paparnya saat mempertahankan disertasi berjudul Peran Emosi Moral dan Kekuatan Karakter Dalam Pengambilan Keputusan Etis.
Pada ujian tersebut ia didampingi tim promotor Fathul Himam., MA., Ph.D, Prof. Th. Dicky Hastjarjo, Ph.D dan Rahmat Hidayat, M.Sc., Ph.D. (Humas UGM/ Agung)