Bermula dari ide untuk memonitor unsur hara dari pohon Pelahlar (Dipterocarpus littoralis), pohon langka dari suku Meranti-merantian endemik di Nusa Kambangan, mahasiswa UGM merancang alat untuk memonitor perkembangan pohon tersebut serta mampu mengetahui kondisi perubahan lingkungan di sekitar pohon.
Alat yang dinamakan Litto-Sens atau kependekan dari Littoralis Essential Soil Nutrient Sensor ini merupakan alat yang biaa memonitor unsur hara esensial pada tanah dilengkapi dengan tambahan komponen untuk pengukuran faktor lingkungan lain, seperti tingkat intensitas cahaya, kelembaban dan pH tanah. “Alat ini dirancang dengan basis pengukuran jarak jauh untuk melihat lokasi persebaran Pelahlar yang sulit dijangkau di kawasan berlereng terjal,” kata Khumairoh Nur Azizah, salah satu anggota tim, Senin (16/7) di Kampus UGM.
Bersama Dwi Rahmasari F (Fakultas MIPA) dan Gema Wahyu (Sekolah Vokasi- Teknik Geomatika) dan dimbing Dr. Ir. Ronggo Sadono, hasil inovasi para mahasiswa ini berhasil mendapatkan dana hibah melalui Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM KC) DIKTI.
Azizah menuturkan Litto-Sens dapat melakukan pengukuran 24 jam non stop karena dilengkapi dengan solar panel untuk mengubah energi cahaya menjadi listrik sebagai penyedia energi alat secara mandiri. Hasil pengukuran dikirimkan ke internet station. “Hasil pengukuran yang ditampilkan berupa grafik-grafik monitoring perubahan unsur hara, intensitas cahaya, kelembaban dan pH tanah dilengkapi dengan status keamanan tapak tempat tumbuh Pelahlar,” katanya.
Menurutnya, alat ini dirancang untuk membantu pengelola dalam mengkonservasi jenis langka nan endemik seperti pohon Pelahlar atau pohon langka lainnya. “Rancangan ini dapat diterapkan untuk jenis spesies lain atau dapat pula dikembangkan melalui penambahan komponen ukur lain dengan adanya beberapa modifikasi,” paparntya.
Seperti diketahui Pelahlar termasuk jenis pohon langka dan endemik sehingga menjadi prioritas konservasi pada tahun 2008-2018. Terhitung sejak tahun 2015, hanya terdapat 676 pohon yang ditemukan di habitat alaminya. Sebanyak 63% individu didominasi oleh pohon muda yang memiliki kerentanan yang besar terhadap gangguan dari luar lingkungan. “Konservasi in situ dan eks situ untuk menjaga pohon-pohon muda ini telah dilakukan dari pemuliaan dan pengendalian hama penyakit. Namun, pengawasan dan monitoring terhadap tapak sebagai habitat khas dari Pelahlar belum dilakukan secara optimal,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)