Data Badan Lingkungan Hidup Provinsi DIY tahun 2017 mengungkapkan bahwa kandungan logam berat timbal dan mangan di Sungai Code sangat tinggi, mencapai angka 0,14 mg/L dan 0,15 mg/L . Angka ini cukup mengkhawatirkan karena jauh melebihi batas baku mutu yang telah ditetapkan, yaitu sebesar 0,03 mg/L dan 0,1 mg/L.
Permasalahan ini mendorong tiga mahasiswa UGM untuk meneliti bahan adsorben yang dapat menurunkan konsentrasi logam berat dalam air di sungai Code. Melalui penelitian yang mereka lakukan dengan dana hibah dari program PKM Dikti, mereka menemukan potensi limbah kulit pisang ambon sebagai adsorben yang efektif.
“Dalam penelitian tersebut digunakan tiga jenis limbah kulit pisang untuk dibandingkan, yaitu kulit pisang ambon, kepok, dan raja. Berdasarkan hasil uji karakterisasi diperoleh bahwa limbah kulit pisang ambon dengan konsentrasi H3PO4 sebesar 2,0 M paling memenuhi kriteria untuk dijadikan sebagai adsorben,” jelas Ilham Satria Raditya Putra, mahasiswa Program Studi Kimia FMIPA UGM.
Penelitian ini ia kerjakan bersama rekannya yang berasal dari prodi yang sama, Early Zahwa Alharissa, serta Hanifah Atika Rachma dari Program Studi Geografi Lingkungan Fakultas Geografi. Untuk menemukan jenis limbah pisang yang paling berpotensi untuk dijadikan adsorben, mereka mengarangkan ketiga jenis limbah kulit pisang yang kemudian ditambahkan dengan asam H3PO4 untuk meningkatkan kemampuan adsorben tersebut dalam menyerap logam berat.
Penentuan titik sampling mereka dilakukan dengan perhitungan metode slope area, dengan mengukur debit air di sungai code sebagai dasarnya. Dari penelitian tersebut, mereka menemukan bahwa limbah kulit pisang ambon paling efektif karena nilai karakterisasinya sesuai dengan standar mutu arang aktif Indonesia, yaitu kadar air sebesar 6,67%, kadar abu sebesar 4,90%, dan daya serapnya sebesar 5397,39 mg/g. Karbon aktif dari kulit pisang ambon dengan konsetrasi aktivator 2 M, menurut penelitian ini, berhasil menurunkan kadar Pb dan Mn yang teridentifikasi di Sungai Code masing-masing sebesar 41,67% dan 65,72%.
“Limbah kulit pisang ambon sangat berpotensi sebagai adsorben akibat keberadaan senyawa pektin, selulosa, dan lignin yang turut serta dalam memodifikasi struktur dari karbon aktif tersebut dan memberikan permukaan tak rata fractal geometry, ditambah dengan asam sebagai pengaktivasi yang menambah gugus hidroksil pada permukaannya,” tutur Ilham.
Sementara itu, Early menambahkan, beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya hanya menggunakan salah satu jenis pisang dan tidak dilakukan perbandingan. Padahal, Indonesia memiliki banyak jenis pisang dengan karakteristik yang berbeda-beda.
“Kita ingin membandingkan kemampuan adsorpsi dari tiga macam jenis pisang yang paling familiar di Indonesia. Selain itu, perbandingan ini jadi nilai tambah untuk potensi penelitian Indonesia yang didukung dengan keanekaragaman hayati,” ungkapnya.
Ia berharap, pengembangan karbon aktif dari bahan kulit pisang nantinya tidak hanya digunakan sebagai penyerap logam berat dalam sampel air sungai, namun dapat langsung diaplikasikan ke Sungai Code tanpa harus merusak ekosistem di sekitarnya. (Humas UGM/Gloria)