Rumah Sakit berpotensi menjadi sumber bahaya bagi keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Salah satunya adalah infeksi HCV, HBV atau HIV yang disebabkan oleh cedera tertusuk dan atau tersayat (CTS).
Data dari hasil penelitian pendahuluan terkait iklim K3, dari 100 responden di tahun 2014 menunjukkan 68 persen pernah mengalami CTS. Dari jumlah tersebut hanya 38 persen saja yang melapor.
Beberapa pihak sesungguhnya berpengaruh untuk pencegahan CTS. Sebanyak 52 persen pihak yang berpengaruh untuk pencegahan adalah K3, 27 persen oleh rekan sejawat dan 16 persen oleh pimpinan.
“Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara iklim K3 yang terdiri atas sikap, norma dan persepsi kontrol perilaku dengan performansi melalui intensi sebagai model pencegahan CTS di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta berdasarkan Theory of Planned Behavior,” ujar Drs. Ketut Ima Ismara, M.Pd., M.Kes, di Ruang Senat FKKMK UGM, Senin (23/7).
Dosen Fakultas Teknik, Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Universitas Negeri Yogyakarta mengatakan hal itu saat melangsungkan ujian terbuka Program Doktor di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM. Promovendus mempertahankan disertasi Iklim, Intensi dan Performansi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Terkait Cedera Tertusuk dan Tersayat (CTS) dengan promotor Prof. Dr. dr. KRT. Adi Heru Husodo, M.Sc dan ko-promotor Prof. Dra. RA. Yayi Suryo Prabandari, M.Si, Ph.D dan Dr. Widodo Hariyono, ST., M.Kes.
Hasil penelitian Ketut Ima menyimpulkan terdapat hubungan antara sikap dengan intensi untuk berperilaku melaksanakan prosedur pencegahan CTS oleh perawat RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Selain itu, terdapat hubungan antara norma dengan intensi untuk berperilaku melaksanakan prosedur pencegahan CTS oleh perawat RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Kesimpulan lainnya, terdapat hubungan antara persepsi kontrol perilaku dengan intensi untuk berperilaku melaksanakan prosedur pencegahan CTS oleh perawat RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Persepsi kontrol perilaku tidak berhubungan secara langsung dengan performansi K3 berupa perilaku melaksanakan prosedur pencegahan CTS oleh perawat RSUP Dr. Sardjito.
“Terdapat hubungan antara intensi dengan performansi K3 berupa perilaku melaksanakan prosedur pencegahan CTS oleh perawat RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta,” katanya.
Berdasar kesimpulan tersebut, Ketut Ima menyarankan agar pihak rumah sakit dan manajemen untuk lebih menunjukkan komitmennya terkait dengan pencegahan CTS. Komitmen tersebut dapat ditunjukkan dengan memberikan sosialisasi terkait dengan persepsi terhadap risiko, norma subjektif dan kemampuan diri perawat sehingga lebih baik dalam melaksanakan prosedur K3 terkait CTS.
Menurut Ketut, tekanan kerja sebaiknya lebih disesuaikan dengan beban kerja perawat agar dapat bekerja tanpa menghiraukan K3. Sedangkan sarana dan prasarana berupa tempat pembuangan limbah benda tajam dan runcing yang mudah diakses perlu diberikan untuk mempermudah perawat dalam melakukan prosedur SPO K3.
“Perawat perlu meningkatkan sikap, norma dan persepsi kontrol perilaku dengan melaksanakan seluruh SPO K3 yang telah ditetapkan, serta meningkatkan kemampuan untuk mencegah terjadinya CTS dengan terus mempelajari dan mempraktikkan prosedur yang baik dalam melaksanakan tugasnya,” tandasnya. (Humas UGM/ Agung)