Pertambangan emas rakyat umumnya banyak menggunakan merkuri dalam proses pengolahan emas. Data United Nations Environment Programme (UNEP) 2013 mencatat sektor pertambangan rakyat menjadi sektor terbesar dalam penggunaan merkuri di dunia. Sementara Indonesia merupakan negara terpolusi merkuri tertinggi ke-3 terbesar dunia setelah China dan Filipina.
“Banyak pertambangan rakyat yang menggunakan merkuri, padahal metode ini menimbulkan pencemaran lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia,”kata Rika Ernawati, Senin (30/7) saat ujian terbuka program doktor di Fakultas Teknik UGM.
Prihatin dengan kondisi itu, Dosen Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta ini melakukan penelitian untuk mencari metode alternatif mengolah bijih emas yang lebih aman dan ramah lingkungan. Metode tersebut dengan mengganti penggunaan merkuri dengan boraks.
Hasilnya menunjukkan penggunaan borak dalam pengolahan akhir emas dibanding dengan merkuri adalah lebih ramah lingkungan. Uap yang dihasilkan dalam proses akhir penambangan yakni dalam pembakaran tidak membahayakan kesehatan. Berbeda dengan uap hasil pembakaran emas dengan memakai merkuri jika terhirup bisa mengakibatkan keracunan.
Selain itu, penggunaan borak dalam penambangan emas bisa menghasilkan emas dalam jumlah yang lebih banyak. Biaya yang dikeluarkan pun jauh lebih murah karena tidak menggunakan merkuri yang mahal harganya.
“Emas bullion yang didapat juga lebih bersih,” jelasnya saat mempertahankan disertasi berjudul Karakteristik Endapan Emas Epitermal dan pengaruhnya Terhadap Pengolahan Akhir Menggunakan Boraks Pengganti Merkuri Pada Penambangan Rakyat.
Rika menambahkan karakteristik endapan emas memiliki pengaruh terhadap pengolahan emas menggunakan boraks. Karakteristik endapan emas yang berpengaruh terhadap pengolahaan emas dengan metode ini adalah jenis emas, kandungan sulfur, ukiran butir emas, dan mineral pengotor. (Humas UGM/Ika)