Secara konseptual, integrasi ekonomi dan sistem perdagangan bebas akan memberi manfaat pada suatu negara apabila kinerja antar sektor dan daya saing terbentuk secara khusus. Penyatuan ekonomi Asean dalam bentuk Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang ditandai dengan pergerakan bebas dan tanpa hambatan lima elemen kunci, yaitu arus barang, arus jasa, arus investasi, arus modal, dan arus tenaga kerja terlatih (skilled labour), memunculkan harapan Asean akan menjadi kawasan pasar terbesar ke-3 dunia.
Menurut Rini Setyastuti, S.E., M.Si, dosen Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, dari seluruh kerja sama yang terjalin, motivasi utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di masing-masing negara. Dengan terlibat dalam integrasi perdagangan diharapkan memberikan manfaat dalam bentuk wujud keuntungan ekonomi.
“Dengan kesejahteraan masyarakat yang meningkat tentu akan mempersempit gap yang terjadi antar negara anggotanya,” ujar Rini Setyastuti, di Auditorium BRI, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Senin (30/7) saat menempuh ujian terbuka program doktor.
Untuk melihat seberapa manfaat yang diperoleh masing-masing negara Asean, kata Rini, daya saing menjadi salah satu hal yang penting untuk dilakukan. Pemetaan spesialisasi produk adalah salah satu usaha yang diperlukan guna mengakselerasi daya saing suatu negara.
“Keberagaman karakter yang terjadi di negara-negara Asean dapat dipertimbangkan sebagai peluang maupun komplementaris bisnis yang akan membuat Asean segmen yang lebih dinamis dan kuat dari rantai pasokan global,” ucapnya.
Meski begitu, ada beberapa masalah yang dihadapi negara-negara Asean dalam integrasi perdagangan dalam bentuk MEA dan hal itu mengakibatkan manfaat yang kurang optimal. Permasalahan yang menonjol, diantaranya perbedaan pembangunan ekonomi di negara-negara Asean, belum ada harmonisasi kebijakan eksternal antar negara anggota, hubungan negara Asean dengan negara lain, mobilitas kapital dan tenaga kerja dan masih berlakunya Rule of Origin.
Menurut Rini, perbedaan pembangunan ekonomi di negara Asean akan menimbulkan masalah kesenjangan dalam menerima manfaat integrasi perdagangan Asean. Negara yang pangsa perdagangannya relatif tinggi akan menikmati manfaat yang lebih besar, seperti Singapura dan Malaysia.
Sementara itu, belum adanya harmonisasi kebijakan eksternal akan mendatangkan manfaat yang lebih besar bagi negara anggota yang menerapkan tarif sangat rendah atau nol. Sementara itu, kesepakatan negara anggota Asean dengan kelompok perdangan lain akan menimbulkan manfaat yang diterima dalam integrasi perdangan relatif lebih rendah.
“Negara yang memiliki sistem pengupahan yang lebih baik akan menarik pergerakan tenaga kerja terdidik atau terampil masuk ke negara tersebut. Singapura dan Malaysia menjadi negara yang banyak menampung tenaga kerja dari negara-negara Asean lainnya,” kata Rini.
Secara keseluruhan, kata Rini, negara Asean mengalami perubahan dinamika yang signifikan. Meski begitu, semua negara rata-rata memiliki tingkat perubahan yang relatif rendah pada pola keunggulan komparatif.
Jika dilihat dari masing-masing negara anggota, dapat dikatakan Singapura, Malaysia dan Thailand relatif memiliki perubahan yang lebih dinamis dibandingkan negara Asean lainnya. Dari hubungan keunggulan komparatif antar negara Asean, terlihat Indonesia cenderung bersaing dengan Malaysia dan Vietnam di pasar ekspor.
“Malaysia dan Vietnam memiliki tingkat persaingan yang relatif tinggi. Koefisien korelasi antara Thailand-Kamboja, Thailand-Malaysia dan Thailand-Indonesia masih relatif tinggi,” katanya saat mempertahankan disertasi berjudul Integrasi Perdagangan Asean: Dinamika Spesialisasi, Pergeseran Struktural dan Peran Kelembagaan Pada Kinerja Perdagangan Negara Asean.
Terjadinya pergeseran produk yang dihasilkan dari perhitungan input output menjadikan negara-negara Asean cenderung melakukan ekspor industri jasa. Disamping itu, mereka menciptakan nilai tambah baik barang final ataupun barang antara sebagaimana permintaan negara-negara mitra dagang di luar Asean, seperti Amerika, China, Inggris dan Jepang.
“Komplementaritas hubungan antar negara Asean dalam perdagangan yang ditunjukan dalam perhitungan nilai tambah dengan menggunakan Global input Output kemungkinannya juga sangat kecil. Dengan begitu maka untuk mewujudkan komplementaritas ini perlu kerja sama yang erat dalam meningkatkan industri andalan di Asean,” tuturnya. (Humas UGM/ Agung)