“Jika praktik perusakan hutan terus berlangsung maka ada tambahan 15 juta sampai 32,5 juta hektare kawasan hutan hilang pada tahun 2020 mendatang,” sebut Abdul Kadir Sabaruddin dalam disertasinya untuk memperoleh derajat doktoral pada Kamis (16/8) di Ruang III-1.1, Fakultas Hukum UGM.
Argumen itu menjadi latar belakang disertasi Kadir yang berjudul ‘Peranan Pemerintah dalam Melindungi Fungsi Kawasan Hutan Lindung Sungai Wain di Kota Balikpapan’. Ia merasa bahwa dampak pemanasan global semakin tidak terbendung karena hutan yang menjadi salah satu pengendalinya, semakin berkurang kawasannya.
Lebih lanjut ia melihat kondisi Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) semakin berkurang luasnya akibat penebangan liar, kebakaran, serta perburuan satwa liar. “Hal itu berdampak pada pengurangan fungsi hutan sebagai pengendali erosi tanah,” ungkapnya.
Penerapan desentralisasi dari setelah Reformasi, membuat pengelolaan HLSW dipegang oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan. Namun, hasilnya tidak banyak mengurangi laju pengurangan kawasan HLSW.
Sejak tahun 2014 melalui Undang-Undang (UU) Pemerintah Daerah yang baru, pengelolaan HLSW beralih pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Oleh karena itu, Kadir merumuskan disertasinya ini dengan harapan Pemprov Kaltim bisa menemukan fungsi yang tepat untuk mengelola HLSW
Dalam disertasinya, Kadir merumuskan beberapa masukan kepada Pemerintah Kota Balikpapan mengenai pengelolaan HLSW dengan kekuasaan legal-formalnya.
Pertama, pemprov perlu mengatur Daerah Aliran Sungai (DAS) yang masuk dalam kewenangannya berdasarkan Pasal 15 UU No. 23 Tahun 2014. Hal itu karena DAS merupakan satu kesatuan dengan kawasan hutan lindung. “Lagi pula, fungsi hutan lindung sangat terkait dengan tata guna lahan dan pengelolaan DAS,” ujarnya.
Selanjutnya, Kadir berharap KPH Produksi, yang mengkoordinir KPH Lindung Unit XXX Sungai Wain-Manggar , melakukan perlindungan terhadap kawasan HLSW secara komprehensif. Perlindungan itu meliputi pula DAS yang berada di wilayah adminstratif Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara.
“Hal itu perlu karena, sekali lagi, masa depan HLSW terkait dengan pengelolaan DAS-nya,” tegasnya.
Terakhir, KPH Produksi tadi juga perlu memperhatikan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan HLSW dan sekitar DAS HLSW. Hal itu agar masyarakat juga ikut membantu tugas perlindungan fungsi kawasan HLSW pada masa mendatang. (Humas UGM/Hakam)