Persalinan vaginal merupakan cara persalinan yang menjadi pilihan banyak perempuan. Hanya saja, separuh perempuan di seluruh dunia dengan riwayat persalinan vaginal telah mengalami disfungsi dasar panggul.
Disfungsi dasar panggul ini merupakan masalah perempuan yang memberi dampak baik pribadi maupun sosial dan dapat berakibat penurunan kualitas hidup perempuan. Oleh karena itu, diperlukan suatu alat bantu yang dapat memprediksi terjadinya disfungsi dasar panggul pasca persalinan vaginal.
“Lebih dari 46 persen perempuan dengan riwayat persalinan vaginal mengalami disfungsi dasar panggul dan akan menurunkan kualitas hidup perempuan,” ujar dr. Nuning Pangastuti, Sp.OG(K) saat menempuh ujian Program Doktor Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM, di ruang Diklat Lt 4 RSUP Sardjito, Senin (20/8).
Nuning Pangastuti mengatakan berbagai penelitian menyebutkan terjadi peningkatan kejadian prolaps organ panggul serta inkontinensia urin terkait persalinan vaginal di berbagai belahan dunia. Demikian juga kejadian inkontinensia anal maupun fekal yang berkolerasi dengan berbagai derajat robekan perineum akibat persalinan vaginal.
Oleh karena itu, pengenalan faktor risiko disfungsi dasar panggul merupakan salah satu cara pencegahan disfungsi dasar panggul pasca persalinan vaginal. Faktor-faktor risiko dapat dikenali sebelum hamil pada masa kehamilan dan saat persalinan.
“Penelitian ini dilakukan dengan tujuan membuat sebuah instrumen prediktor disfungsi dasar panggul pasca persalinan vaginal yang valid dan reliabel yang dapat digunakan sebagai alat prediktor kejadian disfungsi dasar panggul pasca persalinan vaginal,” katanya saat mempertahankan disertasi berjudul Instrumen Prediktor Disfungsi Dasar Panggul Pasca Persalinan Vaginal.
Dengan instrumen prediktor semacam ini, menurut Nuning, pengumpulan data faktor risiko lebih mudah dilakukan. Alat ukur atau instrumen inipun menjadi sangat penting karena akan mempermudah proses deteksi dini risiko disfungsi dasar panggul perempuan pasca persalinan.
“Selain itu, berperan untuk pencegahan disfungsi dasar panggul dan menjadi dasar pertimbangan proses rujukan ke jenjang layanan kesehatan yang lebih tinggi untuk tatalaksana disfungsi dasar panggul,” tuturnya.
Salah satu upaya nyata pencegahan disfungsi dasar panggul yang dapat dilakukan adalah dengan KIPPas-Jogja (Kartu Instrumen Prediktor Pangastuti-Jogja). KIPPas-Jogja ini adalah salah satu alat bantu yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap sekumpulan faktor risiko disfungsi dasar panggul pasca persalinan vaginal.
“Hasil penghitungan akan mengantarkan perempuan pada prediksi risiko tinggi atau rendah mengalami disfungsi dasar panggul di kemudian hari. Meski masih sederhana, KIPPas-jogja diharapkan dapat digunakan tenaga kesehatan saat persalinan untuk memprediksi terjadinya disfungsi dasar panggul perempuan pasca persalinan vaginal,” tandasnya. (Humas UGM/ Agung)