Sebanyak 200 peserta yang terbagi menjadi 74 tim mengikuti program Innovative Academy Appcelerate angkatan kedua. Para peserta program yang terdiri para mahasiswa dan alumni perguruan tinggi ini rencananya akan mengikuti proses pelatihan pengembangan kreativitas dan inovasi berbasis teknologi digital selama satu tahun ke depan. Selama proses penggemblengan tersebut, para peserta kemudian akan diseleksi lebih lanjut untuk mendapatkan pendanaan usaha rintisan dari UGM dan mitra.
Direktur Pengembangan Usaha dan Inkubasi UGM, Dr. Hargo Utomo, mengatakan program Innovative Academy (IA) Appcelerate bukanlah semacam kompetisi, namun menempa peserta untuk bisa saling berkolaborasi dalam menjalankan ide bisnis teknologi digital. Kolaborasi tersebut melibatkan peserta dengan latar lintas disiplin. Tidak menutup kemungkinan antar peserta nantinya bergabung membentuk tim baru. “Innovative Academy Appcelerate ini bukan ajang kompetisi, bukan cari juara, tapi menumbuhkan semangat kerja keras, kerja serius lewat kolaborasi dan kooperatif dalam rangka menumbuhkan kemampuan daya saing,” kata Hargo kepada peserta yang mengikuti Seminar Energizing Startups dalam rangka pembukaan rangkaian IA Appcelerate Batch II, Sabtu (29/9), di University Club UGM.
Melaui program akselerasi bisnis digital ini, kata Hargo, diharapkan bisa membangun budaya inovasi di kalangan anak muda dalam menyelesaikan berbagai persoalan di tingkat masyarakat, pemerintah dan di industri. “Kita ingin membangun kultur inovasi dan bisa survive serta sustain sebagai startups,”katanya.
Dalam kesempatan itu, Hargo berharap IA Appcelerate tahap II ini nantinya bisa melahirkan ide bisnis yang lebih inovatif dari sebelumnya,“Kita ingin Anda bisa buat ide luar biasa terkait solusi supply chain, smart city, dan isu logistik,“katanya.
Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, drg. Ika Dewi Ana, M.Kes, Ph.D., mengapresiasi penyelenggaraan IA Appcelerate angkatan kedua ini karena bisa menumbuhkan semangat socioentrepreneur di kalangan anak muda. Meski perkembangan revolusi industri 4.0 berdampak pada proses dehumanisasi dengan tergantikannya tenaga manusia ke tenaga mesin, namun ia mengharapkan ide bisnis digital yang dihasilkan justru bisa melakukan rehumanisasi. “Pesan kami untuk peserta IA, mari kita melakukan rehumanisasi, meningkatkan kepedulian pada lingkungan kritis, masyarakat rentan dan terpinggirkan oleh teknologi,” katanya.
Gideon Suranta Barus, GM IT Service Product Management Lintas Arta, mengatakan dukungan Lintas Arta pada program Innovatve Academy yang dilaksanakan oleh UGM ini bisa menjembatani kebutuhan dunia industri melalui solusi yang ditawarkan dunia perguruan tinggi. “Ada gap antara industri dan perguruan tinggi sehingga melalui kegiatan ini bisa mengurangi gap tersebut, bahkan memberikan solusi ke industri agar tidak lagi bergantung pada pihak luar,”katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)