Tiga mahasiswa Fakultas Peternakan UGM meraih penghargaan Best of The Best Paper and Presenter dalam Asean Youth Conference (AYC) 2018 yang diselenggarakan di International Islamic University Malaysia (IIUM) Gombak, Kuala Lumpur, Malaysia, Sabtu (22/9).
Ketiga mahasiswa tersebut adalah Agung Setia Budi (2014), Nadya Ramadhani Susilo (2015), Rahmadia Nabil Nurhutomo (2017). Mereka berhasil menjadi yang terbaik dengan menyisihkan 230 peserta lain dari berbagai negara anggota ASEAN, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, Kamboja, dan lainnya.
Dalam konferensi itu ketiganya mengajukan karya tulis dengan tema “Industry 4.0 The Application of Animal Feces Briquette for Alternative Electrical Energy Source in Indonesia’s Small Villages”.
Nadya mengatakan pemilihan tema tersebut didasarkan pada fenomena tingginya gas methan yang dihasilkan dari limbah peternakan. Jumlah ternak di Indonesia pada 2017 sebanyak 2.313.941 ekor yang menghasilkan limbah dan hasil ikutan ternak menyumbang 32.564 juta ton CO2e per tahun atau setara dengan 51% emisi gas rumah kaca per tahun di dunia.
“Pemanfaatan kotoran ternak menjadi briket sebagai sumber energi listrik dapat meminimalkan gas methan tersebut,”jelasnya, Senin (1/10) di Kampus UGM.
Nadya menyampaikan kalori yang dihasilkan dari 4 kg briket kotoran ternak setara dengan 10,64 Kg batu bara. Oleh karena itu, briket dari kotoran ternak jauh lebih efisien untuk digunakan sebagai pembangkit listrik dibandingkan dengan energi dari batu bara.
Selain itu, briket lebih mudah dimobilisasikan dibandingkan dengan biogas sehingga lebih mudah didistribusikan ke desa-desa kecil di Indonesia sebelum dikonversi menjadi energi listrik. Dengan pemanfaatan briket dari limbah ternak ini diharapkan dapat menjadi alternatif solusi dalam penyediaan listrik bagi masyarakat yang berada di desa-desa terpencil. Seperti diketahui hingga saat ini masih terdapat 12.659 desa dari 74.759 desa di Indonesia yang belum tersentuh listrik
Nadya menambahkan inovasi ini berhubungan erat dengan industri 4.0 karena listrik merupakan dasar yang diperlukan untuk menunjang industri tersebut. Masyarakat desa tidak dapat mengakses internet tanpa adanya sumber energi listrik yang mumpuni. Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan kerja sama dari berbagai elemen, antara lain pemerintah, peternak, dan akademisi. (Humas UGM/Ika)