“Saya senang, belajar di Indonesia. Saya sekarang bisa membatik, menari gaya Jawa dan dapat pemahaman tentang kebudayaan Indonesia lebih lengkap.” Demikian Guo Yi Ting, mahasiswi asal Cina program Indonesian Language and Culture Learning Service (INCULS) kelas menengah menyampaikan pidato dengan logat Jawa yang kental. Ia adalah satu dari sekitar 77 mahasiswa yang Jumat (23/12) lalu mendapatkan nilai setelah mengikuti pelajaran bahasa Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Suasana auditorium di lantai 3 FIB UGM, di akhir pekan itu memang sedang semarak, beberapa mahasiswa asing dengan pakaian tradisional Jawa satu-per satu tampil dalam penutupan program reguler IncULS semester I tahun 2005/2006. Satu persatu perwakilan mahasiswa asing dari berbagai tingkatan menyampaikan pidatonya dalam bahasa Indonesia dan tampil di panggung menyajikan tari-tarian jawa seperti Menak Jingga oleh Justin Buttery dari Australia, juga beberapa penampilan tari Jawa Putri (Candra Dewi ) oleh Hilary Coleman, Sarah Jennings, Samantha James (Australia) Shelley Robertson (Selandia Baru) juga Shoko Suzuki dari Jepang. Tampak beberapa mahasiswa asing lainnya memakai pakaian khas asal negaranya, seperti Kimono- Jepang, ataupun dari Korea, Vietnam, China dan lain sebagainya.
“Ya memang, mereka hari ini diberi kesempatan menampilkan beberapa tarian, juga kemampuan berbahasa dari beragam tingkatan mulai tingkat dasar hingga lanjut. Mereka berasal dari 32 negara dari berbagai benua yang belajar bahasa Indonesia di fakultas ilmu budaya. Selain bahasa, mereka juga berkesempatan untuk belajar kebudayaan juga mengunjungi beberapa obyek wisata yang sesuai dengan minat masing-masing peserta,” jelas koordinator INCULS, Dr. Ida Rochani Adi SU.
Sementara itu, Shinya Imoto, wakil dari kelas dasar yang berasal dari Jepang menyatakan pengalamannya belajar bahasa Indonesia itu cukup menyenangkan. “Saya dapat lebih mengenal budaya yang beragam di Indonesia, terima kasih kepada dosen juga teman-teman Indonesia yang selalu terbuka untuk di ajak ngobrol,” katanya dengan nada yang fasih.
Sedangkan, Sri Handoko, yang membidangi bagian akademik di program INCULS menyatakan di program reguler memang terdapat beragam mahasiswa dari hasil kerjasama Kemitraan Negara Berkembang, meski ada beberapa kelas khusus yang berasal dari mahasiswa Turki, dan secara keseluruhan ada sekitar 107 mahasiswa yang belajar bahasa Indonesia. Di IncULS, itu ada beberapa tingkatan yang dapat dipilih oleh mahasiswa asing untuk belajar juga layanan yang diberikan, ada kelas khusus, intensif di luar kelas reguler yang hari ini sejumlah mahasiswa-nya di wisuda. “Saya bangga, mereka cepat sekali menyerap pelajaran. Hari ini mereka tampil untuk menunjukan kemampuan berbahasaâ€, ujar Sri Handoko.
Lebih lanjut, Dr. Ida Rochani Adi, SU menyatakan mahasiswa yang belajar di INCULS dalam belajar memang berbeda dengan mahasiswa FIB pada umumnya. Beragam persoalan memang hadir, “Ada beberapa mahasiswa yang rindu kampung halaman, ingin pulang dan ada pula yang tidak, mereka justru harus berjuang keras di kantor Imigrasi yang cukup merepotkan. Ada yang mengeluh tentang makanan yang berbeda dengan kebiasaan di negara asal. Beragam kisah suka maupun duka.” Menurut Ida Rochani, justru semua persoalan itu menjadikan semangat untuk belajar. “Interaksi mahasiswa asing dengan mahasiswa Indonesia memang dimungkinkan, dan ini baik bagi upaya pemahaman dan toleransi antar budaya. Yang jelas kehadiran INCULS, dengan puluhan mahasiswa asing di dalamnya telah membawa pemahaman bahwa dunia betul-betul beragam!” ucap Ida Rochani.
Dalam kesempatan ini, secara khusus Dekan FIB UGM, Profesor Dr Syamsul Hadi memberikan sertifikat sebagai bukti kelulusan belajar bahasa Indonesia di INCULS. Menurutnya, setelah mendapatkan nilai dan kembali ke negara masing-masing mahasiswa yang diluluskan hari itu juga resmi menjadi anggota KAGAMA dan mendapat tanda keanggotaan (Humas UGM).