Fakultas Filsafat UGM mengundang puluhan pakar di bidang ilmu sosial dan humanioradari dalam dan luar negeri untuk membahas perkembangan demokrasi Indonesia pasca reformasi dalam acara 6th International Conference on Nusantara Philosopy (ICNP) di Balai Senat UGM, 13-14 Oktober 2016.
Konferensi ini menghadirkan pakar dunia di bidang antropologi politik dari Boston University, Prof. Robert Hefner, sebagai keynote speaker di hari pertama konferensi. Dalam kesempatan itu, Robert membahas tentang harapan dan tantangan Indonesia sebagai negara dengan penduduk Islam terbesar dalam demokrasi.
Selanjutnya pada hari kedua, menghadirkan keynote speaker pakar sosiologi dari University of Meulborne, Prof. Vedi Hadiz. Dia menyampaikan tentang Islam dan populisme nasional. Selain itu, hadir juga sebagai pembicara kunci Mantan Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan, Dr. Phil. Dewi Candraningrum dan Guru Besar Filsafat UGM, Prof. Mukhtasar Syamsuddin.
Dekan Fakultas Filsafat UGM, Dr. Arqom Kuswanjono, menyampaikan konferensi yang mempertemukan para pakar dunia ini diharapkan mampu mendorong kemajuan riset di bidang demokrasi. Tema Democracy, Identities, and Ideologies yang diangkat dalam konferensi kali ini sangat relevan dan diperlukan untuk merespons kondisi bangsa saat ini yang tengah menghadapi tahun politik yang rawan. Terdapat kebutuhan mendesak untuk mengevaluasi demokrasi Indonesia dalam bentuknya saat ini. Sebab, sukses berdemokrasi seringkali hanya dinilai dari seberapa besar warga yang terlibat dalam pemilihan umum.
“Demokrasi menjadi alat bagi kelompok tertentu untuk memanipulasi dukungan dan meraih kekuasaan semata. Sementara nilai tanggung jawab kekuasaan itu sendiri malah terlupakan,”jelasnya.
Hampir lima belas tahun terakhir, pasca reformasi, demokrasi Indonesia sedang menjalani persoalan serius yang dicirikan dengan politik berbiaya tinggi. Praktik politik berbiaya tinggi ini tidak menghasilkan kepemimpinan yang berkualitas dan cenderung melahirkan budaya serta mentalitas korup yang mengakar dalam pada institusi negara di berbagai level birokrasi. Ditambah dengan identitas agama yang dieksploitasi untuk memobilisasi dukungan dalam agenda demokrasi dengan cara-cara yang menimbulkan keresahan, ketegangan, di masyarakat serta mengancan kesatuan bangsa.
Oleh sebab itu, Arqom menekankan pentingnya untuk terus mendorong studi tentang demokrasi yang bersifat lebih mendasar mengikuti perkembangan zaman. Hal tersebut perlu dilakukan untuk merumuskan format dan formula terbaik bagi demokrasi Indonesia di masa depan.
Sementara Ketua panitia kegiatan, Rachmad Hidayat, Ph.D., menjelaskan bahwa dalam konferensi tahunan ini mempresentasikan beragam hasil riset terkini dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora dari dalam dan luar negeri terkait demokrasi, identitas, dan ideologi. Setidaknya terdapat 38 karya tulis ilmiah yang dipresentasikan dan 56 pembicara yang hadir dalam kegiatan ini.
Adapun hasil-hasil riset yang disampaikan mengkaji tentang isu-isu demokrasi dan adat, demokrasi dan eksklusi sosial, demokrasi dan politik identitas, gender, populisme agama, demokrasi dan lingkungan, demokrasi dan tradisi serta kearifan lokal. (Humas UGM/Ika; foto:Firsto)