Praktik audit hingga saat ini masih menjadi pusat perhatian dalam mengimplementasikan nilai-nilai audit. Indikasi bias praktik audit masih terlihat dengan adanya penurunan skeptisme profesional auditor, ketidaklinieran perkembangan skeptisme profesional auditor dan kekurangsesuaian hasil audit dengan kenyataan keadaan entitas teraudit.
Yefta Andi Kus Noegroho, dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, menuturkan faktor individu auditor menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi bias audit. Oleh karena itu, dalam disertasi penelitian yang ia lakukan menguji kesesuaian keadaan moral auditor dengan skeptisme profesional auditor.
“Konteks yang digunakan adalah konteks pengambilan keputusan etis. Penelitian dilakukan dengan melakukan survei pada para auditor di Indonesia dengan melibatkan sebanyak 121 auditor,” tutur Yefta di Auditorium BRI Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Selasa (6/11) saat menempuh ujian terbuka Program Doktor.
Dari penelitian yang dilakukan, Yefta mengatakan terdapat pengaruh keadaan moral auditor yang ditunjukkan dengan adanya pengaruh kesadaran etis, gaya kognitif terhadap keteguhan moral auditor dan keteguhan moral auditor terhadap skeptisme profesional auditor. Meskipun keadaan moral ini tidak sepenuhnya berpengaruh terhadap skeptisme profesional auditor karena kesadaran tentang kecurangan yang merupakan kesadaran spesifik dalam lingkup pekerjaan auditor tidak berpengaruh terhadap keteguhan moral auditor.
“Ada ketidaksesuaian keadaan moral dengan skeptisme profesionalnya. Implikasi teoretis, praktik dan kebijakan menarik didiskusikan dalam penelitian ini,” katanya.
Dari disertasinya Yefta berkesimpulan keteguhan moral yang terbentuk melalui kesadaran etis dan gaya kognitif dalam diri auditor memiliki andil yang besar dalam mewujudkan skeptisme profesional auditor. Kesadaran etis dan gaya kognitif turut membentuk keyakinan dalam diri auditor bahwa mereka adalah agen moral yang mengupayakan hal yang benar terwujud dalam masyarakat.
Selain itu, kesadaran etis dan gaya kognitif juga turut membentuk nilai-nilai yang harus diwujudkan sebagai tujuan moral para auditor. Keteguhan moral yang ada dalam diri auditor akan mengarahkannya untuk benar-benar membuktikan bahwa sebuah keputusan dalam tugas pengauditan diambil berdasarkan bukti dan pertimbangan yang jelas.
“Pada tatanan etika umum, moral auditor sudah dapat dikatakan sejalan dengan skeptisme profesional auditor. Namun, pada tatanan etika spesifik moral auditor belum sejalan dengan skeptisme profesionalnya,” jelasnya.
Menurut Yefta kesadaran etis dan pemahaman tentang nilai-nilai dalam audit harus terus diasah dalam diri auditor untuk menghasilkan keteguhan moral yang selanjutnya dapat mengarahkan pada pembentukan skeptisme profesional auditor. Skeptisme profesional auditor adalah hal penting yang perlu selalu diupayakan dalam setiap penugasan audit.
“Karya tulis disertasi ini disusun dengan maksud menguji kesesuaian perkembangan moral auditor dalam konteks perwujudan skeptisme profesional auditor yang memiliki kemiripan dengan pengambilan keputusan etis. Harapannya melalui karya tulis ini, praktik audit di manapun, khususnya di Indonesia, memperoleh masukan untuk pengembangan dan perbaikan ke arah yang lebih baik,” katanya. (Humas UGM/ Agung)