Data World Health Organization tahun 1989 memperkirakan Indonesia akan menjadi negara dengan jumlah usia lanjut terbesar keenam di dunia pada tahun 2020. Sementara itu, data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2014 terkait Statistik Penduduk Usia Lanjut memperlihatkan jumlah usia lanjut mencapai 20,24 juta jiwa atau 8,03 persen.
Hal ini memperlihatkan peningkatan usia harapan hidup rerata penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dari 67,8 tahun pada periode 2000-2005 menjadi 73,6 tahun pada periode 2020-2025. Peningkatan jumlah usia lanjut ini menyebabkan meningkatnya beban pembiayaan kesehatan diakibatkan meningkatnya prevalensi penyakit kronik degeneratif.
dr. I Dewa Putu Pramantara Setiabudi, SpPD, K-Ger, staf pengajar Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM, mengatakan proses menua merupakan proses mengubah seorang dewasa muda yang umumnya sehat dan tidak memerlukan pertolongan dokter menjadi dewasa tua yang ditandai dengan menurunnya kapasitas fisiologik yang diakibatkan meningkatnya risiko penyakit dan kematian secara progresif. Proses menua adalah proses menurunnya fungsi secara umum dan progresif yang berakibat hilangnya respons adaptasi terhadap stres dan meningkatnya risiko penyakit terkait umur.
“Dampak proses menua ini jugs terjadi pada semua jaringan dan sistem tubuh dengan kecepatan dan besar yang bervariasi intra dan antar individu,” ujar Dewa Putu Pramantara, di Auditorium FKKMK UGM, Senin (26/11) saat menjalani ujian terbuka program doktor.
Dewa Putu Pramantara menuturkan proses penurunan fisiologik yang dramatik dan bermakna adalah menurunnya massa tubuh bebas lemak yang didominasi oleh penurunan massa otot yang memberi kontribusi terhadap hilangnya mobilitas dan meningkatnya risiko jatuh. Secara epidemiologik, penurunan massa otot terjadi sekitar 1-2 persen per tahun dan kekuatan otot sekitar 1,5 persen per tahun setelah umur 50 tahun dan penurunan ini semakin dipercepat menjadi 3 persen setelah umur 60 tahun.
Melalui disertasi Pengembangan Tanaman Pegagan (C. asiatica) Untuk Memperbaiki Disfungsi Otot Rangka Akibat Proses Menua Pada Relawan Usia Lanjut Sehat, dirinya menyebut dari berbagai pencarian obat alternatif dari bahan alam yang diyakini dapat memperbaiki disfungsi otot maka salah satu yang dipilih adalah pegagan (C. asiatica). Pegagan ini secara tradisionil telah digunakan untuk berbagai hal dan uji toksisitas ekstrak airnya menunjukkan toksisitas yang rendah.
Hasil penelitian yang dilakukan Dewa Putu Pramantara menyimpulkan kapsul ekstrak pegagan (C. asiatica L.) dosis 550 mg per hari selama 12 minggu secara klinis dapat meningkatkan kekuatan otot dalam hal kekuatan genggaman tangan, tes jalan 6 menit, dan TUG dibandingkan dengan plasebo tetapi tidak bermakna secara statistik. Kapsul ini dengan dosis 550 mg per hari selama 12 minggu tidak menurunkan kadar miostatin serum.
“Kapsul ekstrak ini juga tidak meningkatkan kadar SOD1 serum dibandingkan plasebo, serta tidak meningkatkan kadar SOD2 dan katalase serum disbanding plasebo,” katanya.
Dewa Putu Pramantara menyarankan ekstrak pegagan memiliki potensi memperbaiki disfungsi otot akibat proses menua sehingga baik jika dikonsumsi secara teratur oleh mereka yang telah usia lanjut. Meski begitu, menurutnya, perlu dibuat ekstrak pegagan dengan standardisasi spesifik yaitu kandungan asam asiatica minimal 0,6 persen. (Humas UGM/ Agung)