Berhasil menjadi juara umum Kontes Robot Terbang Indonesia empat kali berturut-turut sejak tahun 2015, Tim Robot Terbang UGM, Gamaforce terus melakukan pengembangan. Tim Gamaforce UGM merupakan sebuah tim multidisiplin yang terdiri atas berbagai mahasiswa lintas program studi, yakni Teknik Mesin, Ilmu Komputer, Elektronika dan Instrumentasi, Teknik Elektro, Teknik Fisika, Teknologi Informasi, D3 Teknik Elektro, D3 Teknik Mesin, D3 Elektronika dan Instrumentasi.
Dalam Kontes Robot Terbang Indonesia tahun 2018 yang diselenggarakan di Universitas Teknokrat Indonesia Bandar Lampung (5-9/11) lalu, Tim robot terbang UGM, Gamaforce kembali meraih juara umum. Predikat juara umum diperoleh berkat raihan prestasi empat subtim dalam Gamaforce, yaitu Khageswara, Gadjah Mada Fighting Copter, Rasayana, dan Fiachra Aeromapper.
“Keempatnya meraih prestasi terbaik yang membawa UGM mencatat rekor sebagai juara umum untuk kali keempat berturut-turut”, ujar Dr. Andi Dharmawan, S.Si., M.Cs, Kepala Laboratorium Penelitian Elektronika dan Instrumentasi, FMIPA UGM, di halaman Grha Sabha Pramana, Jum’at (8/12).
Sebagai dosen pembimbing, Andi menuturkan Gamaforce sudah banyak melakukan modifikasi, pengembangan dan inovasi terkait kemampuan wahana pesawat yang mampu menyelesaikan misi-misi yang ada di Kontes Robot Terbang Indonesia. Meskipun tim-tim lain juga melakukan hal sama, diantarnya banyak tim sudah mengikuti teknologi tahun lalu (2017).
“Mereka sudah mengadopsi untuk lomba di tahun 2018. Untungnya teman-teman Tim Gamaforce cukup sigap, tepat dan cermat sehingga dapat memodifikasi, sehingga kita bisa lebih unggul dari mereka pada tahun ini”, ucapnya.
Andi berharap hal sama dilakukan Tim Gamaforce UGM untuk lomba-lomba di tahun depan. Tim Gamaforce diharapkan tetap berusaha tanpa kenal lelah untuk mengembangkan pesawat.
“Meski begitu, kita membuka diri untuk sharing dengan teman-teman tim-tim lain se-Indonesia yang berkeinginan diskusi, kita terbuka, tidak tertutup. Bagaimanapun ini bukan teknologi kita semata namun teknologi bangsa. Bukan milik UGM tapi milik bangsa, milik rakyat, UGM sebenarnya hanya menginisiasi saja dan memulai membangunnya”, papar Andi.
Dicky Agustian dari Divisi Teknologi Development Khageswara mengatakan Tim Khageswara telah mengembangkan sistem avionik yang terdiri dari Flight Controller (FC), Ground Control Station (GCS) , dan Antenna tracking system (ATS), dimana sistem tersebut dikembangkan secara mandiri serta dapat diimplementasikan pada berbagai jenis UAV. Flight controller berfungsi untuk mengendalikan wahana secara autonomous dan mengirim data data terkait penerbangan wahana untuk ditampilkan pada Ground Control Station.
Tim khageswara juga mengembangkan Ground Control Station pada 2 platform, yakni Android dan PC. Flight controller besutan tim ini dilengkapi dengan berbagai sensor seperti accelerometer, gyroscope, compas, barometer, dan GPS serta dibekali dengan arm cortex m-4 sebagai processor utamanya.
“Tahun ini, tim Khageswara fokus untuk menambahkan algoritma pengendalian wahana VTOL-PLANE, yakni wahana yang mampu untuk lepas landas dan mendarat secara vertikal serta memiliki kemampuan terbang layaknya pesawat pada mnumnya. Sampai saat ini Flight Controller kami dapat digunakan pada beberapa jenis wahana yakni jixed-wing, rorary-wing ,vtol-plane serta dapat digunakan pada Antenna T racker”, katanya.
Pengembangan juga dilakukan Gadjah Mada Fighting Copter. Tim ini merupakan wahana yang dirancang untuk menyelesaikan misi Pick and Drop Survival Kits dalam divisi Vertical Take-ojLanding. Dimana Wahana Gadjah Mada Fighting Copter ini berupa rotary wing dengan konfigurasi enam buahpropeller sebagai penggeraknya.
Wahana ini didesain untuk mampu mendeteksi objek, mengangkut dan menjatuhkan muatan barang pada koordinat yang diinginkan secra autonomus, dengan tujuan untuk mitigasi bencana alam agar dapat membantu korban bencana yang susah dijangkau oleh tim pengevakuasi. Untuk menyelesaikan misinya wahana ini dilengkapi dengan akuator berupa stick telescopic yang dapat extend dan retrack secara otomatis dan pada ujungnya terdapat electro permanent magnet.
“Wahana tim Gadjah Mada Fighting Copter sendiri dapat menyelesaikan misi dengan waktu kurang dari 10 menit”, ucap Baskara dari Tim Gadjah Mada Fighting Copter.
Keunggulan luar biasa juga ditunjukkan dua tim lain yaitu Rasayana dan Fiachra Aeromapper. Rasayana mampu terbang dengan kecepatan 200 kilometer per jam dengan muatan sampai 500 gram. Hal ini bisa dijadikan pesawat tanpa awak penyerang secara tiba-tiba untuk kemudian pergi dengan cepat.
“Sedangkan Fiachra Aeromapper bisa digunakan untuk monitoring dan mapping area. Waktu terbang 60 menit menggunakan baterai 10.000 mAh. Wahana ini mampu terbang stabil karena memiliki desain tailed atau berekor yang memungkinkan pesawat melakukan gerakan pitch, roll, dan yaw,” ujar pilot Fiachra Aeromapper, Eko Putra Wijaya. (Humas UGM/ Agung)