Kanker ovarium merupakan kanker terbanyak ke-8 pada wanita di dunia, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat ke-3 sebagai kanker terbanyak yang menyerang pada wanita. Sebagian besar pasien kanker ovarium ditemukan pada stadium lanjut sehingga kesintasan hidup mereka rendah.
Meskipun perkembangan dalam deteksi dan terapi kanker ovarium terus berlangsung, kanker ovarium masih tetap menjadi kanker pada wanita yang paling mematikan di negara maju dan berkembang. Oleh karena itu, penentuan prognosis menjadi bagian penting dari evaluasi dan terapi.
“Biomaker kanker ovarium yang ada saat ini memiliki keterbatasan relevansi klinis sehingga dibutuhkan biomaker prognosis baru serta prediktor yang lebih baik untuk pasien kanker ovarium,” ujar dr. Addin Trirahmanto, Sp.OG, di Auditorium FKKMK UGM, Rabu (9/1) saat menempuh ujian terbuka Program Doktor.
Addin Trirahmanto merupakan staf pengajar Onkologi Ginelogi Bagian/ SMF Obsgin FKKMK UGM dan RSUP Dr. Sardjito. Promovendus dalam ujiannya mempertahankan disertasi Ekspresi miR-21, mRNA PDCD4, miR-200c, dan mRNA TUBB3 Plasma Sebagai Faktor Prognosis Kanker Ovarium Epitel dengan didampingi promotor Prof. dr. Sofia Mubarika, M.Med. Sc., Ph.D dan ko-promotor Prof. dr. Mohammad Hakimi, Sp.OG(K)., Ph.D serta Prof. Dr. dr. Heru Pradjatmo, Sp.OG(K)., M.Kes.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, Addin berpendapat bila MicroRNA dalam darah dalam bentuk stabil berpotensi untuk menjadi biomarker non invasif pada kanker ovarium. Ia pun berkesimpulan bila miR-21 dan miR-200c plasma dapat digunakan sebagai biomarker prognosis yang menjanjikan untuk kanker ovarium epitel.
“Meski penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar diperlukan guna mengklarifikasi peran dari miR-21 dan miR-200c sebagai oncomiR pada kanker ovarium epitel, sedangkan dalam penelitian ini stadium merupakan faktor prognosis independen terhadap kesintasan hidup pasien kanker ovarium epitel,” katanya. (Humas UGM/ Agung)