Dalam hukum perdata di Indonesia, setiap pengadilan mempunyai dua jenis kompetensi, yaitu kompetensi absolut dan kompetensi relatif. Namun, wewenang hukum yang dimiliki oleh dua peradilan yang berbeda kompetensi dalam hal ini peradilan agama dan peradilan umum untuk mengadili suatu perkara yang sama karena adanya kondisi tertentu. Dikenal dengan istilah kompetensi konkuren. Kompetensi ini masih menyisakan beberapa pekerjaan rumah khususnya terkait ketidajelasan parameter. Demikian pula halanya dalam penyelesaian perkara perbankan syariah yang di dalamnya terdapat kompetensi konkuren.
Dosen Fakultas Hukum UGM, Hartini, dalam pemaparan hasil penelitiannya mengenai kompetensi konkuren antara peradilan agama dan peradilan umum dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah di Indonesia menyebutkan diperlukan kajian pengaturan eksistensi kompetesi konkuren dalam penyelesaian ideal dalam sengketa perbankan syariah.
Ia merujuk pada ketentuan pasal 50 UU Nomor 3 tahun 2006, penyelesaian sengketa hak milik yang para pihaknya beragama Islam bisa langsung diperiksa dan diputus oleh pengadilan agama sehingga apabila ada eksepsi absolut terkait sengketa hak milik atau sengketa lain harus dinyatakan ditolak. “Sepanjang para pihak beragama Islam,” kata Hartini dalam ujian terbuka program doktor ilmu hukum di Fakultas Hukum UGM, Jumat (18/1)
Sementara dalam hal sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara perbankan syariah yang melibatkan pihak non muslim, kata Hartini, perlu dilakukan modifikasi. Adapun modifikasi yang diambil apabila sengketa hak milik atau sengketa lain dikemukakan oleh subjek yang menjadi pihak dalam perjanjian pembiayaan. “Maka sengketa tetap diselesaikan oleh pengadilan dalam lingkup peradilan agama,” katanya.
Sebaliknya apabila pihak non muslim terikat dengan sengketa hak milik atau sengketa lain bukan merupakan subjek perjanjian atau pembiayaan perbankan syariah maka dimungkinkan untuk diajukan ke pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
Dari hasil penelitainnya, ia menegaskan diperlukan rekonseptualisasi asas personalitas keislaman terkait indikator pihak atau perkara yang memenuhi kualifikasi asas personalitas yang perlu disesuaikan dengan perkembangan hukum dan masyarakat.
Selain itu, ia juga mengusulkan perlu merekonstruksi hukum acara perdata terkait pendefinisian perkara-perkara perdata dan rekonseptualisasi kompetensi asbsolut apabila berhadapan dengan alas gugat.
Khusus untuk pembiayaan syariah, katanya, perlu dilakukan kajian mendalam terkait perjanjina pengikatan jaminan khususnya dengan hak tanggungan. “Penting untuk dilakukan pemikiran secara mendalam dengan mengkaji prinsip hukum Islam dan hukum kontrak lain terkait siapa dan bagaimana kedudukan para pihak yang terikat kontrak dalam perjanjian termasuk pihak ketiga sebagai pemilik asli jaminan,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)