Konstipasi atau sembelit merupakan masalah kesehatan yang dapat menurunkan kualitas hidup anak.
“Gangguan saluran cerna sering ditemukan pada anak di seluruh dunia. Persoalan ini bisa menurunkan kualitas hidup, menimbulkan masalah sosial maupun psikologis,” jelas dr. Elsye Souvriyanti, Sp.A., saat ujian terbuka program doktor di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM, Selasa (22/1).
Dosen FK Universitas Yarsi ini menyebutkan konstipasi juga menyebabkan peningkatan pembiayaan pelayanan kesehatan.
Lebih lanjut Elsye memaparkan sebagian besar konstipasi yang dikeluhkan pasien merupakan konstipasi fungsional. Konstipasi jenis ini berhubungan dengan gangguan motilitas kolon.
Dia menuturkan bahwa pemahaman yang berkembang sejak dulu menyebutkan konstipasi fungsional cenderung terjadi pada pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan keluhan yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor genetik berperan dalam konstipasi fungsional, tetapi mutasi gen yang terkait belum ditemukan.
Penelitian genetik telah dilakukan di berbagai negara yang melibatkan lebih dari 50 Single Nucleotide Polymorphism (SNP) yang berhubungan dengan gangguan saluran cerna fungsional mengarah pada serotonin reuptake transporter (SERT) sebagai faktor paling dominan. Kemudian dalam beberapa tahun terakhir upaya untuk mengetahui patofisiologis konstipasi bergeser ke disfungsi sistem saraf simpatik dan beberapa fokus pada peran polimorfisme dalam jalur adrenergik yaitu norepinefrin.
Dia pun melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh polimorfisme gen SERT dan gen β-adrenergic receptor (β2AR) terhadap kejadian konstipasi fungsional pada anak. Hasilnya menunjukkan adanya hubungan bermakna secara statistik antar genotip SERT dengan kejadian konstipasi fungsional pada anak.
Sebaliknya, genotipe β2AR tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan konstipasi fungsional pada anak. Sementara dari analisis kombinasi genotip SERT dan β2AR menunjukkan adanya hubungan bermakna terhadap konstipasi fungsional pada anak. (Humas UGM/Ika)