Perjumpaan kultur antara masyarakat adat Jawawawo dan Gereja, pada satu sisi memberi sumbangan bagi penguatan religiusitas Gereja, namun pada sisi lain juga memberi terang bagi komunitas adat Jawawawo. Perhatian Gereja pada aspek personalitas, martabat manusia, visi universal Kerajaan Allah, nilai-nilai transendental telah mengembangkan kesadaran masyarakat Jawawawo untuk lebih memperhatikan sisi humanis dari setiap aspek budaya.
Yakobus Ndona, S.S, M.Hum, dosen Filsafat Agama Universitas Negeri Medan, mengatakan perjumpaan kultur tersebut berdampak positif terhadap beberapa elemen dan memberi perkembangan, diantaranya penghapusan penyiksaan hewan korban (pala), peniadaan perbudakan, perlakukan yang lebih positif terhadap jenazah yang meninggal karena kecelakaan (mata re’e). Selain itu, persahabatan dengan komunitas lain dan keterbukaan terhadap kaum pendatang merupakan bagian dari dampak positif pengaruh struktur Gereja di wilayah Keo.
“Disadari efek desakralisasi kosmos terus menggerus masyarakat adat. Perjumpaan antar kebudayaan inilah selalu berdampak pada akulturasi yang dalam sejarah melahirkan gerak purifikasi dan dinamisasi kebudayaan,” ucap Yakobus Ndona saat ujian terbuka program doktor di Fakultas Filsafat UGM, Jumat (25/1).
Mempertahankan disertasi Ilahi Pada Peo Ata Keo Dalam Perspektif Metafisika Simbol Karl Jaspers: Sumbangan Bagi Penguatan Hidup Religius Masyarakat Katolik Indonesia, Yakobus menyatakan Peo dalam perspektif metafisika Karl Jaspers adalah chiffer, yang melalui pola penggambaran citra universal merevelasikan Ngga’e sebagai Mbapo, Tuhan yang absolut dan tidak terbatas, penyelenggara sejarah dan terlibat dalam kehidupan, yang mengatasi langit dan mendasari bumi sekaligus menyelimuti seluruh wilayah kosmos. Peo melalui penggambaran relasi matrimonial melukiskan keutuhan Ngga’e Mbapo, kepenuhan cinta dan kekuatan-Nya sebagai pangkal dan sumber sejati dari kehidupan.
“Ngga’e Mbapo karena jati diri-Nya itu merupakan tumpuan dari setiap pencarian eksistensi,” katanya yang dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude dengan bertindak selaku promotor Dr. Rizal Mustansyir dan ko-promotor Dr. Misnal Munir.
Menurut Yakobus, religiusitas masyarakat Jawawawo merujuk pada objek iman-Nya, Ngga’e Mbapo dan berbagai kebajikan yang menyertai merupakan religious sejati. Bersumber dari revelasi maka dapat menerangi banyak orang, termasuk Gereja Katolik dalam mengembangkan nasionalisme dan dialog iman pada masyarakat religious Indonesia. (Humas UGM/ Agung)