“Perkembangan sengketa keputusan administrasi negara dalam peradilan administrasi negara mengarah pada perluasan dan pergeseran kualifikasi keputusan yang dikeluarkan pula,” ujar Herman dalam ujian terbuka untuk meraih gelar doktor pada Jumat (25/1) di Ruang III-1.1 Fakultas Hukum UGM.
Argumen tersebut menjadi landasan penelitian yang ia angkat dalam disertasinya. Lebih lanjut, Herman menyatakan bahwa perkembangan itu tampak ketika melihatnya berdasarkan doktrin dan hukum positif yang berlaku. Ia juga menjelaskan perkembangan ini dapat dipilah berdasarkan tiga bidang hukum. Ketiganya, yaitu hukum tata negara, hukum adminstrasi negara, dan hukum perdata.
Setelah melakukan penelitian, Herman menemukan bahwa perkembangan tersebut meliputi beberapa hal. “Pertama, identifkasi pejabat negara dalam mengeluarkan keputusan yang disengketakan di peradilan adminstrasi negara. Kedua, sifat konkret, individual, dan final keputusan. Ketiga, pengertian dan tugas fungsi. Keempat, kewenangan bertindak. Kelima, kewenangan konstitusional serta atribusi delegasi dan mandat. Keenam, wewenang luar biasa dan bisa dalam hukum. Ketujuh, pengertian kehendak pejabat,” jabarnya.
Herman menyatakan bahwa penemuan tersebut menunjukkan telah terjadi dinamika yang berkembang melampaui ketentuan normatif yang ada. Selain itu, menurutnya, perkembangan ini juga dapat dimaknai meluas dan bergeser apabila dilihat dari doktrin tentang kualifikasi keputusan adminstrasi negara.
Sebagai implikasi, Herman menyebut perkembangan ini menyebabkan beberapa perubahan dalam perundang-undangan. “Beberapa perubahan dapat dilihat dalam Pasal 53 dan Pasal 62 Ayat (1) huruf a, c, dan e UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Terdapat juga pada Pasal 1, 2, dan 3 dalam UU yang sama,” ungkapnya.
Herman menerangkan bahwa kehadiran UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Negara yang diharapkan membawa perbaikan, justru memiliki kelemahan-kelemahan mendasar. Kehadirannya justru semakin mengaburkan kualifikasi pemerintah dalam membuat keputusan administrasi negara.
Oleh karena itu, Herman menyarankan kepada DPR dan pemerintah untuk merevisi kedua UU tadi agar kualifikasi keputusan menjadi lebih kredibel. “Selain revisi, DPR dan pemerintah juga perlu melakukan penyesuaian UU yang mengatur tentang hukum acara, hukum material adminstrasi negara, dan kewenangan absolut peradilan administrasi negara dalam kedua UU tadi,” pungkasnya. (Humas UGM/Hakam)