Bentuk hukum Perseroan Terbatas (PT) dianggap bukanlah bentuk organisasi yang tepat bagi Bursa Efek Indonesia (BEI).
Hal ini disampaikan oleh Sarmauli Yuris Christi Simangunsong saat mengikuti ujain terbuka program doktor pada Selasa (29/1) di Fakultas Hukum UGM.
“BEI lebih tepat berbentuk organisasi perkumpulan berbadan hukum yang khusus (sui generis) yang hak, kedudukan, dan kewenangannya diatur secara rinci dalam Anggaran Dasarnya, termasuk hubungannya dengan OJK,” terangnya.
Partner pada Nindyo & Associates ini menerangkan, PT BEI merupakan kumpulan anggota bursa yang masing-masing memiliki 1 lembar saham PT BEI. Kepemilikan 1 lembar saham ini mengesankan bahwa kepemilikan saham PT BEI lebih sebagai tanda keanggotaan dibandingkan sebagai kepemilikan saham selayaknya dalam perseroan terbatas pada umumnya.
Selain itu, terdapat pula pelarangan pembagian dividen bagi para pemegang sahamnya sehingga pengertian perseroan terbatas sebagai kumpulan modal tidak tepat diterapkan dalam PT BEI.
“Pelarangan kepemilikan lebih dari satu lembar saham dan pelarangan pembagian dividen telah bertentangan dengan dasar filosofi dari Perseroan Terbatas sebagai perkumpulan modal yang tujuannya mencari keuntungan,” jelas ibu dua orang anak ini.
PT BEI selain berbentuk perseroan terbatas juga merupakan satu badan Self Regulatory Organization (SRO) di bawah OJK. Dualisme ini membuat PT BEI tunduk pada hukum yang mengatur tentang perseroan terbatas, namun juga tunduk pada peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan perannya sebagai penyelenggara perdagangan efek.
Dari penelitian yang ia lakukan terhadap BEI selaku penyelenggara perdagangan efek yang merupakan SRO, ia menyimpulkan bahwa eksistensi BEI harus tetap sejalan dengan filosofi pembentukan pasar modal Indonesia sebagaimana tertuang dalam penjelasan umum UU Pasar Modal, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Karena itu, rencana demutualisasi BEI yang saat ini sudah masuk dalam RUUPM yang tujuan akhirnya untuk mengubah BEI menjadi suatu lembaga yang profit oriented dengan menjadikan PT BEI menjadi suatu perseroan terbatas yang go public dan sahammnya dapat dimiliki siapa saja, tidak sesuai dengan dasar-dasar dan prinsip filosofi pasar modal Indonesia.
“Pelaksanaan demutualisasi BEI perlu dipertimbangkan kembali secara masak-masak dan sangat cermat,” tuturnya.
Bentuk organisasi perkumpulan berbadan huhkum yang khusus yaitu badan hukum BEI, menurutnya, paling tepat agar BEI bisa tetap konsisten dengan maksud dan tujuan dari pembentukan Pasar Modal Indonesia. Untuk mencapai tahap ini, ia menyebutkan bahwa diperlukan perangkat hukum yang menjangkau penyesuaian tersebut khususnya penyesuaian pada UUPM, dan penyesuaian pada ketentuan-ketentuan mengenai perkumpulan. (Humas UGM/Gloria)