Pengelolaan peresapan buatan di kawasan Yogyakarta bagian utara perlu dilakukan untuk meningkatkan cadangan air tanah.
Hal tersebut disampaikan Suhadi Purwantara dalam ujian terbuka program doktor di Fakultas Geografi UGM, Rabu (30/1) di kampus setempat.
Suhadi menjelaskan langkah tersebut perlu dilakukan mengingat laju penurunan permukaan air tanah di Yogyakarta dan sejumlah wilayah di Kabupaten Sleman terus terjadi. Setiap tahun muka air tanah di Sleman mengalami penurunan sebesar 15-30 cm.
Kondisi tersebut disebabkan tingginya pemakaian air, sementara wilayah resapan air semakin berkurang. Hal itu dikarenakan alih fungsi lahan menjadi perumahan dan bangunan publik.
“Semakin luasnya pertumbuhan permukiman mengakibatkan semakin berkurangnya ruang peresapan air hujan,” jelasnya.
Melakukan penelitian di Sleman, khususnya di dataran kaki lereng Merapi sisi selatan, Suhadi menyebutkan bahwa terjadi pemekaran permukiman atau kawasan terbangun di daerah tersebut. Sementara di daerah perkotaan, daerah yang terbentang di dekat jalan lingkar utara telah menjadi lahan terbangun relatif padat.
Lahan yang memiliki potensi menjadi kawasan resapan banyak tertutup oleh bangunan yang tidak menyerap air hujan. Kawasan ini menjadi penyumbang limpasan air hujan semakin besar. Apabila kecenderungan percepatan perluasan lahan terbangun seperti yang terjadi saat ini, Suhadi mengatakan pada 10 tahun mendatang wilayah tersebut diprediksi akan mengalami perluasan lahan terbangun hingga ratusan hektar.
“Hal ini akan berakibat pada ruang peresapan air hujan yang menyebabkan berkurangya cadangan air tanah. Selain itu, bertambahnya larian air ke sungai menyebabkan sering terjadi banjir,” urai dosen FIS UNY ini.
Sementara itu, kawasan dengan lahan terbangun relatif padat seperti di sekitar jalur lingkar utara, Jalan Magelang, Kampus UII terpadu, kedalaman muka air tanahnya semakin turun. Padahal, kawasan padat penduduk tersebut sangat berpotensi menjadi daerah resapan. Oleh karena itu, Suhadi menekankan perlunya pengelolaan khusus peresapan buatan di kawasan sub-urban yang berada dekat dengan Kota Yogyakarta.
“Pada kawasan tersebut, kedalaman air tanah sangat dalam dan laju peresapan sangat tinggi sehingga patut dibangun sumur resapan buatan,” katanya.
Terkait besarnya sumur resapan yang perlu dibangun, Suhadi mengusulkan alternatif di kawasan terbangun seluas 28,3 Km² diperlukan sumur resapan sebanyak 361.473. Namun, perhitungan tersebut tidak mencakup kawasan yang kurang potensial atau dengan muka air tanah dangkal. (Humas UGM/Ika)