Fenomena urbanisasi di Indonesia berlangsung pesat sejak periode 1990-an. Sekitar 67,5% penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan pada tahun 2015. Urbanisasi membuka peluang mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah dan mendorong terbentuknya wilayah metropolitan. Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, merupakan salah satu bagian Metropolitan.
Menurut data BPS, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Semarang cukup tinggi yaitu 6,2 % per tahun. Industri manufaktur merupakan salah satu sektor yang berkontribusi besar pada penambahan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) wilayah sebesar 28 persen. Bahkan, untuk di Kabupatan Semarang sendiri mencapai 40%.
Namun, masalah pengangguran dan kemiskinan masih terjadi di kabupaten ini ketika tingkat pengangguran di wilayah ini sekitar 2,3 persen atau 15.864 orang dan jumlah penduduk miskin mencapai 8,5% atau 81.310 jiwa. “Fenomena tersebut menunjukkan bahwa pemerataan kesejahteraan masyarakat di kabupaten ini belum sepenuhnya terwujud dengan baik,” kata staf Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Semarang, R. Agung Pangarso, dalam pemaparan hasil penelitain disertasinya pada ujian terbuka promosi doktor di ruang Auditorium Fakultas Geografi UGM, Rabu (30/1).
Menurutnya, pembangunan sektor industri belum diarahkan untuk mendorong investasi industri yang mempunyai keterkaitan fungsional dengan ekonomi lokal. “Seharusnya tidak bergantung pada jenis industri footloose atau industri yang mudah berpindah-pindah,” katanya.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa industri besar dan kecil di kabupaten ini membentuk pola keruangan yang mengelompok, beraglomerasi kuat dan terspesialisasi secara sektoral di kecamatan tertentu pada subsektor industri makanan, minuman pakaian jadi, barang galian bukan logam dan furnitur.”Kekuatan aglomerasi dan spesialisasi sektoral memang menggambarkan eksternalitas positif berupa kesempatan kerja, industri dan jasa terkait, serta alih pengetahuan,” kata
Untuk menekan jumlah pengangguran dan kemiskinan, ia merekomendasikan sub sektor industri makanan yang mengolah produk pertanian lokal potensial perlu dikembangkan pada wilayah pedesan dan per-urban. “Perlu dikembangkan komoditas pertanian lokal yang kompetitif dam berorientasi industri,” ujarnya.
Disamping itu, sinergi keruangan dalam bentuk integrasi spasial memerlukan infrastruktur wilayah yang andal terutama untuk meningkatkan aksesibilitas antara wilayah pedesaan dan perkotaan sehingga diperlukan peningkatan sistem jaringan transportasi antarkecamatan atau antarzona ekonomi wilayah. (Humas UGM/Gusti Grehenson)