Tim mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil memborong 3 penghargaan internasional dari ajang Thailand Inventors Day yang berlangsung pada 2-6 Februari lalu di Bangkok, Thailand.
Penghargaan tersebut adalah Gold Medal dari kategori Medicine and Public Health, The Best Interational Invention and Innovation of Social and Quality of Life Award dari National Research Council of Thailand, dan The Best Innovation dari India Innovation Association.
Prestasi itu sukses diraih tim UGM berkat keberhasilan dalam mengembangkan inovasi alat kesehatan (alkes) bagi pasien asma anak dengan metode iontophoretic yang diberi nama Asthlon. Dikembangkan oleh Kadek Hendra Darmawan (Fakultas Farmasi), Abdillah Faisal Nur Fajar (FMIPA), Aron Bagas Dewantoro (FMIPA), Christian Felix Napitupulu (FT), dan M. Abdurachman Fairuz (FT).
Thailand Inventors Days merupakan kegiatan yang diselenggarakan oleh Kementrian Riset Tinggi Thailand bekerja sama dengan World Inventors and Promotion Association (WIPA). Acara ini diadakan sebagai ajang bertemunya para inventor dari berbagai belahan dunia untuk berbagi informasi dan mempresentasikan inovasi yang telah dikembangkan. Pada tahun ini diikuti tidak kurang dari 500 peserta dari benua Eropa, Amerika, Afrika, dan Asia.
Inovasi Pengobatan Iontohoresis
Ketua tim pengembang Asthlon, Kadek, menjelaskan pengembangan prototipe tersebut dilakukan sebagai opsi alternatif dalam pengobatan asma, sekaligus untuk melengkapi kekurangan pada pengobatan konvensional secara oral melalui pil, tablet, dan injeksi.
Inovasi yang diajukan berupa aplikasi metode iontophoresis. Metode tersebut merupakan cara terkini dalam sistem pemberian obat dengan menghantarkan obat yang bermuatan ke dalam kulit menggunakan arus listrik rendah.
“Kami memfokuskan inovasi pada kasus Moring Dip yang sering muncul pada penyakit asma pada pasien anak,”jelasnya, Senin (11/2).
Dengan inovasi tersebut, Kadek berharap tingkat kepatuhan pasien anak dalam menjalani pengobatan meningkat sehingga meningkatkan keberhasilan terapi asma. Sementara untuk menunjang keberhasilan terapi pada pasien, pihaknya juga mengembangkan aplikasi mobile. Aplikasi tersebut juga dapat digunakan untuk mengontrol dan menghubungkan pasien dengan dokter sehingga memudahkan dalam proses monitoring pasien.
Aplikasi peralatan dilakukan secara transdermal yakni dengan meletakkan di bagian tubuh pasien. Selanjutnya, untuk memantau jalannya terapi bisa dilakukan dengan menggunakan aplikasi mobile.
“Inovasi ini diharapkan bisa berkontribusi dalam upaya pengobatan pasien asma,” katanya.
Kadek menyebutkan prestasi yang dicapai tidak lepas dari dukungan dosen pembimbing, fakultas, universitas. Selain itu juga PT. Kimia Farma yang memberikan dukungan pendanaan untuk mengikuti kegiatan tersebut. (Humas UGM/Ika)