Nilai budaya Siri’ na Pacce menjadi prinsip pembentuk kesadaran hukum masyarakat Bugis-Makassar. Nilai Siri’ na Pacce ini dalam masyarakat Bugis-Makassar mengajarkan tentang moralitas kesusilaan berupa ajaran, larangan, hak dan kewajiban yang mendominasi tindakan manusia untuk menjaga serta mempertahankan kehormatannya.
Andika Wahyudi Gani, A.Md., S.H., L.LM, dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar, menjelaskan eksistensi Siri’ na Pacce dimaknai sebagai sebuah nilai abstrak yang hidup di tengah masyarakat Bugis-Makassar yang kemudian menjelma menjadi prinsip hidup dan pedoman bagi setiap manusia Bugis-Makassar baik secara individu maupun dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya.
Menurut Andika, permasalahan yang kemudian timbul adalah ketika budaya dalam penerapannya mulai bersinggungan dengan yurisdiksi hukum negara atau hukum pidana. Bagaimana nilai-nilai budaya Siri’ na Pacce berperan dalam membentuk kesadaran masyarakat Bugis-Makassar terhadap hukum, bagaimana penerapan hukum pidana dalam kaitannya dengan kasus-kasus yang berhubungan dengan penegakan budaya Siri’ na Pacce dalam masyarakat Bugis-Makassar serta bagaimana pemberlakuan asas legalitas dalam kaitannya dengan perkembangan hukum pidana.
“Untuk sampai pada alat kontrol perilaku masyarakat dan sebagai sarana keteraturan sosial maka nilai budaya ini mengalami proses kongkretisasi ke dalam bentuk Pangngaderreng yang kemudian teraktualisasi kedalam lima norma hukum yang terkandung didalam Pangngaderreng, yaitu Ade, Bicara, Wari, Rapang dan Sara,” ucap Andika Wahyudi Gani, di Fakultas Hukum UGM, Jumat (8/3) saat menempuh ujian terbuka program doktor.
Andika menjelaskan penegakan norma-norma Pangngaderreng ini dalam rangka mewujudkan tujuan hukum, yaitu keadilan, kepastian hukum, serta kemanfaatan. Dengan terwujudnya tiga tujuan hukum maka menjadikan nilai-nilai Sari’ na Pacce semakin kokoh di mata masyarakatnya sehingga dengan sendirinya tercipta kesadaran hukum tanpa paksaan ataupun takut akan sangsi.
“Bagaimana kemudian norma-norma yang ada pada Pangngaderreng dirasa sesuai dengan nilai intrinsik yang dianut masyarakat Bugis-Makassar,” katanya.
Mempertahankan disertasi Eksistensi Nilai Budaya Sari’ na Pacce Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berdasarkan Asas Legalitas Pada Masyarakat Bugis-Makassar, Andika menuturkan nilai budaya Sari’ na Pacce dalam praktik peradilan dan penegakan hukum pidana khususnya dalam penerapan Asas Legalitas sebagai asas fundamental hukum pidana, pada faktanya dalam konteks kekinian tidak mendapat perhatian lebih oleh jaksa penuntut umum dalam dakwaannya maupun oleh majelis hakim dalam putusan pengadilan perkara pidana. Dibanding dengan penerapan hukum pidana dalam praktik peradilan pidana pada era pemerintahan Hindia Belanda justru lebih memberikan ruang dan perhatian dalam bentuk akomodasi hukum adat oleh negara.
“Hal ini tentu bertolak belakang dengan pemahaman pedoman hidup masyarakat Bugis-Makassar yang masih memandang nilai ini sebagai sesuatu yang prinsip dalam hidup mereka. Segala laku dan perbuatan hukumnya selalu dirujukan pada nilai-nilai Siri’ na Pacce guna mewujudkan nilai keadilan dalam masyarakat,” imbuhnya. (Humas UGM/ Agung)