Gelombang tinggi kerap terjadi di beberapa wilayah perairan Indonesia, termasuk di Selat Makassar.
“Kejadian tinggi gelombang signifikan di perairan Selat Makassar lebih cenderung dipengaruhi oleh sistem monsunal sesuai iklim setempat,” kata Hosiana Meylin Deice Labania saat ujian terbuka program doktor di Fakultas Geografi UGM, Selasa (12/3).
Hosiana menyampaikan terjadinya gelombang tinggi signifikan di perairan tersebut lebih dikarenakan faktor meterologi angin yang menunjukkan pola utama dua musiman. Hal tersebut ditunjukkan berdasarkan periode musim barat dan musim timur.
Letak perairan Selat Makassar yang berada di antara dua daratan pegunungan dan perairan laut sekitarnya, disebutkan Hosiana, dapat berkontribusi terhadap terjadinya gelombang tinggi. Gelombang tinggi tersebut terjadi sebagai akibat adanya angin kencang atau badai di atas perairan selat ataupun di perairan sekitar selat.
Sementara dari kajian yang dilakukannya berdasar zonasi tinggi gelombang signifikan menunjukkan tinggi gelombang signifikan pada kondisi normal yang terjadi pada tahun 1996 mencapai 0,83 meter. Hal ini lebih rendah dibandingkan saat munculnya fenomena El Nino di tahun 2012 yang mencapai 1,02 meter dan saat La Nina tahun 2088 mencapai 0,96 meter.
Tinggi gelombang signifikan di perairan bagian tengah Selat Makassar saat fenomena El Nino dan La Nina terjadi, gelombang tertinggi teramati pada bulan Juli atau musim timur. Sedangkan pada tahun tanpa adanya pengaruh El Nino Southern Oscillation (ENSO), gelombang tinggi terjadi pada musim barat yang cenderung mengikuti pola monsunal.
Sedangkan hasil kajian deret waktu tinggi gelombang signifikan maksimum bulanan selama rentang waktu 10 tahun (2006-2015) memperlihatkan bahwa kejadian tinggi gelombang maksimum cenderung terjadi di perairan bagian barat, tengah, dan selatan Selat Makassar. Kondisi ini juga didukung oleh presistensi angin yang bertiup konsisten dalam arah yang sama dengan kecepatan tinggi selama musim timur dan barat. Hal itu menjadikan panjang fetch yang terbentuk menjadi lebih panjang dan memberi peluang terjadinya gelombang tinggi.
“Selama rentang 10 tahun itu, informasi gelombang tinggi maksimum terjadi pada tahun 2010 dengan rata-rata kejadian teramati pada musim timur yakni bulan Juni-Agustus,” pungkas Dosen FMIPA Universitas Tadulako ini. (Humas UGM/Ika)