Sebagian besar mahasiswa masa kini adalah mahasiswa milenial yang lahir 1995-2000an. Mereka memiliki kebutuhan berprestasi dan afiliasi yang lebih tiggi dibanding dengan generasi sebelumnya. Namun, tujuan beprestasi yang tinggi tidak selalu berdampak positif, sebab sikap toleransi yang rendah dan impulsif menyebabkan pelajar mengalami kesulitan akademik ketika menghadapi tuntutan yang tinggi. Oleh karena itu, generasi milenial membutuhkan kemampuan mengarahkan diri untuk mampu melepaskan diri dari ketergantungan kepada kelompok dan mampu mengarahkan dorongan berprestasi yang tepat.
Demikian dikemukan oleh Dosen Fakultas Psikologi UGM, Yuli Fajar Susetyo, S.Psi., M.Si., saat menyampaikan hasil penelitiannya tentang faktor personal terhadap kepemimpinan diri pada mahasiswa pada ujian terbuka promosi doktor di ruang auditorium G-100 Fakultas Psikologi UGM, Kamis (28/3). Penelitian yang melibatkan 375 mahasiswa UGM dengan rentang usia 18-21 tahun dan diketahui belum mengerjakan skripsi ini menghasilkan temuan bahwa kepribadian kesungguhan, efikasi diri, motivasi intrinsik dan regulasi emosi memberikan kontribusi 55,7% terhadap kepemimpinan diri. ”Kemampuan memimpin diri sendiri bukanlah mekanisme otomatis yang dimiliki individu, melainkan upaya kontrol diri secara sadar dan melibatkan upaya mengarahkan pemikiran konstruktif, memotivasi diri dan mengembangakan strategi perilaku,” kata Yuli Fajar.
Yuli menambahkan, dari penelitiannya diketahui kontribusi faktor kepribadian kesungguhan dan efikasi diri terhadap motivasi intrinsik sebesar 49,8%, lalu sumbangan kepribadian kesungguhan dan efikasi diri terhadap regulasi emosi sebesar 18,9%.
“Sementara kontribusi efektif kepribdian terhadap efikasi diri sebesar 61,1%,” katanya.
Dari penelitian ini, ia menjabarkan bahwa kepemimpinan diri mahasiswa yang berprestasi ditentukan oleh regulasi emosi dan motivasi intrinsik. Dengan demikian, kemampuan untuk memimpin diri tidak tergantung kepada ciri sifat kontrol diri dan keyakinan diri karena lebih diperlukan adalah mekanisme kebiasaan menerapkan strategi, mengendalikan emosi, mengendalikan kognitif dan mengendalikan motivasi.
Namun, untuk menjadi pemimpin diri sendiri, imbuhnya, tidak tergantung pengalaman dan masa lalunya melainkan seberapa kuat seorang individu berusaha untuk menguasai diri. “Mampu mengatur diri, mengarahkan pikiran, emosi, dan perilaku untuk mencapai tujuan dan menjaga perilaku bertujuan,” ujarnya.
Dari hasil penelitian ini ia merekomendasikan adanya program pengembangan diri di kampus yang perlu diarahkan untuk melatih kemampuan dan kebiasaan melakukan strategi kepemimpinan diri dan mengembangkan dua determinan utama, yaitu kemampuan mengelola emosi, memfasilitasi motivasi intrinsik dan melatih peserta untuk mencari dan menemukan sisi aktivitas yang berhubungan dengan motivasi intrinsik. (Humas UGM/Gusti Greheson)